PENGUKURAN DAN PENCEGAHAN KELELAHAN DI TEMPAT KERJA

Disusun Oleh
M. Rekar Sudirman

Kelelahan adalah sebuah kondisi umum yang terjadi pada seseorang yang melakukan aktivitas baik secara sadar ataupun tidak sadar. Secara fisik kelelahan adalah respon tubuh setelah penggunaan energy yang dibutuhkan selama beraktivitas.
Kelelahan kerja (occupational Fatique) adalah sebuah kondisi atau kelelahan yang berasal dari, atau terjadi dalam, rangkaian pekerjaan yang berakibat cedera fatal (fatal occupational injury) dan cedera tidak fatal (non-occupational injury). Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Kelelahan kerja adalah “kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. Seringkali, kelelahan kerja dipahami sebagai kejadian yang mendadak, terjadi diluar kendali seseorang dan tidak diharapkan/tidak disengaja.
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2011).
Kelelahan kerja merupakan suatu pola yang timbul pada suatu keadaan yang secara umum terjadi pada setiap orang yang telah tidak sanggup lagi untuk melakukan kegiatan (Sedarmayanti, 2011). Semua jenis pekerjaan akan menghasilkan kelelahan kerja. Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja (Nurmianto, 2008).
Frank E. Bird Peterson memodifikasi teori Domino Heinrich dengan mengemukakan teori manajemen yang berisikan lima faktor dalam urutan suatu kecelakaan yaitu : manajemen, sumber penyebab dasar, gejala, kontak dan kerugian. Birds mengemukakan bahwa usaha pencegahan kelelahan kerja hanya dapat berhasil dengan mulai memperbaiki manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Setiap satu kecelakaan berat disertai oleh 10 kejadian kecelakaan ringan, 30 kejadian kecelakaan yang menimbulkan kerusakan harta benda dan 600 kejadian-kejadian hampir celaka. Biaya yang dikeluarkan perusahaan akibat kelelahan kerja dengan membandingkan biaya langsung dan biaya tak langsung adalah 1 : 5 – 50, dan digambarkan sebagai fenomena gunung es.
1.    Jenis Kelelahan
Berdasarkan proses dalam otot, kelelahan diklasifikasikan dalam dua jenis, yaitu:
a.  Kelelahan otot
Kelelahan otot adalah merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot. Gejala kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar, seperti berkurangnya kemampuan kerja otot dalam hal melakukan aktivitas pembebanan (Budiono, 2013).
b.  Kelelahan umum
Kelelahan umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh intensitas dan lamanya upaya fisik dan psikis, masalah lingkungan kerja (kebisingan dan penerangan), irama detak jantung, masalah-masalah fisik (tanggung jawab, kecemasan, konflik), nyeri dan penyakit lainnya, serta nutrisi (Budiono, 2013). Kelelahan umum disebabkan keadaan persyarafan sentral atau kondisi psikis-psikologis (Suma’mur, 2009). Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang luar biasa, tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa ngantuk (Budiono, 2013).
Berdasarkan tingkat keparahan kelelahan diklasifikasikan dalam dua jenis,yaitu:
1)  Kelelahan akut
Kelelahan akut terutama disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh tubuh secara berlebihan (Setyawati, 2010). Kelelahan biasanya terjadi  hanya bersifat sementara, dan dapat pulih kembali setelah diberikan istirahat dan energi secukupnya. Jika demikian kondisinya, maka kelelahan demikian merupakan kelelahan yang ringan.
2)  Kelelahan kronis
Kelelahan yang berat, diperlukan waktu yang lama untuk mengadakan pemulihan kembali dan ada kalanya bahkan diperlukan obat-obatan untuk memulihkan kondisi agar dapat fit kembali (Tarwaka, 2011). Kelelahan kronis, terjadi bila kelelahan berlangsung setiap hari dan berkepanjangan (Setyawati, 2010).
2.  Langkah Mengatasi Kelelahan
Kelelahan disebabkan oleh banyak faktor yang sangat kompleks dan saling terkait antara faktor yang satu dengan faktor yang lain. Bekerja sesuai dengan kondisi fisik dan kapasitas kerja sangat dianjurkan, karena hal ini sangat erta berkaitan dengan respon tubuh serta gerakan repetativ yang umum dilakukan ketika seseorang melakukan pekerjaan.
Cara mengatasi kelelahan kerja antara lain(Tarwaka, 2011):
a.  Sesuai kapasitas kerja fisik
b.  Sesuai kapasitas kerja mental
c.   Redesain stasiun kerja ergonomis
d.  Sikap kerja alamiah
e.  Kerja lebih dinamis
f.    Kerja lebih bervariasi
g.  Redesain lingkungan kerja
h.  Reorganisasi kerja
i.    Kebutuhan kalori seimbang
j.    Istirahat setiap 2 jam kerja dengan sedikit kudapan.
Menurut Sedarmayanti (2011) kelelahan dapat dikurangi dengan cara, antaralain:
a.  Pengaturan jam kerja yang sesuai
b.  Kesempatan istirahat yang tepat
c.   Menyediakan fasilitas untuk istirahat
d.  Memanfaatkan waktu libur dan rekreasi
e.  Menerapkan ergonomi dalam menyiapkan alat-alat pengawasan
f.    Organisasi dan hubungan kerja yang sesuai
g.  Memperhatikan faktor lingkungan guna menunjang suasana kerja yang menyenangkan seperti dalam hal kebisingan, temperatur, sirkulasi udara, penerangan, dekorasi, dan tata warna.
3.  Pengukuran Kelelahan
Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Menurut Tarwaka (2011) beberapa metode pengukuran yang dapat dilakukan antaralain:
a.  Kualitas dan Kuantitas Kerja
Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai suatu jumlah proses kerja (waktu yang digunakan dalam setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti target produksi, faktor sosial, dan perilaku psikologis dalam kerja, sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor.
b.  Uji Psikomotor (Psychomotor Test)
Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi, dan reaksi motorik, salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan, dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya pelambatan pada proses faal syaraf dan otot.
Waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon yang spesifik saat satu stimuli terjadi. Waktu reaksi terpendek biasanya berkisar antara 150 sampai dengan 200 milidetik. Waktu reaksi tergantung dari stimuli yang dibuat, intensitas dan lamanya perangsangan, umur subjek, dan perbedaan-perbedaan individu lainnya (Tarwaka, 2011).
 Alat ukur waktu yang telah dikembangkan di Indonesia biasanya menggunakan nyala lampu dan denting suara sebagai stimuli. Alat ukur waktu reaksi salah satunya  adalah Alat Ukur Waktu Reaksi (Reaction Timer).

c.   Uji Hilangnya Kelipan (Flicker-Fusion Test).
Kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang ketika pekerja dalam kondisi yang lelah. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, disamping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.
d.  Pengukuran Kelelahan secara Subjektif (Subjective Feelings of Fatigue)
Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang merupakan salah satu kuesioner yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari, 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan (pertanyaan no 1 sampai dengan 10),  10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi (11 sampai dengan 20), dan 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik (21 sampai dengan 30), berkaitan dengan metode pengukuran kelelahan subjektif, beberapa metode yang dapat digunakan dalam pengukuran subjektif. Metode tersebut antaralain; rangking methods, rating methods, questionnaire methods, interviews dan checklists (Tarwaka, 2011).



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Audit, Sertifikasi, dan Akreditas apa Bedanya?

Mengenal Tentang MUN "Model United Nations"

MENTAL BLOCK