medical refarat "EKTIMA"

EKTIMA

Publisher : M. Rekar Sudirman


I.         DEFINISI
Ektima adalah pioderma yang menyerang epidermis dan dermis, membentuk ulkus dangkal yang ditutupi krusta berlapis yang disebabkan oleh streptococcus grup A beta haemoliticus. Karena ektima biasanya terdapat pada lapisan dermis, sehingga sering juga disebut bentuk dalam dari impetigo.1,2

II.      ETIOLOGI
Streptococcus grup A beta haemoliticus, staphylococcus atau kedua-duanya. Kadang di tempat yang maju dan membangun, lesi selalunya disebabkan oleh Staphylococcus aureus pada pengguna obat intravena dan pasien HIV dan dalam pengobatan immunosuppresan.2,3

III.   EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi insiden ektima sebagai berikut : 1,2,3
·      Frekuensi pada anak-anak lebih tinggi daripada dewasa.
·      Angka kejadian pada pria dan wanita sama.
·      Ektima biasa timbul di ekstremitas bawah pada anak-anak, penderita diabetes.

IV. FAKTOR PREDISPOSISI
Ektima dapat dilihat pada daerah yang mengalami kerusakan pada jaringannya. Misalnya ekskoriasi, gigitan serangga, dermatitis atau skabies. Ektima juga dapat ditemukan pada penderita dengan gangguan imunitas (misalnya penderita diabetes). Faktor-faktor penting yang berperan dalam timbulnya ektima antara lain : 3
·      Temperatur dan kelembaban yang tinggi dan daerah tropis
·      Kondisi lingkungan yang kotor 
·      Hygiene yang buruk 
·      Malnutrisi
Impetigo yang tidak diobati dengan baik akan berkembang menjadi ektima biasanya sering pada penderita dengan hygiene buruk.3

V. PATOFISIOLOGI
Ektima bentuk permulaan memiliki kemiripan seperti impetigo superfisialis. Kuman Streptococcus grup A beta haemoliticus dapat sebagai penyebab dari lesi atau sekunder infeksi dari luka yang sudah ada sebelumnya. Kerusakan jaringan yang sudah ada sebelumnya (misalnya ekskoriasi, gigitan serangga,dermatitis) atau gangguan imunitas (misalnya penderita diabetes) membolehkan penetrasi oleh Streptococcus pyogenes pada kulit. Infeksi pada mulanya terjadi di epidermis kemudian pada lapisan dermis yang lebih dalam dan system limfe.3
            Lesi dimulai pada base yang eritem dengan vesikel, bulla yang kecil, pustul atau vesikulopustul yang membesar dalam beberapa hari dan berubah menjadi krusta yang tebal yang merupakan eksudat kering. Apabila krusta terlepas, dapat ditemukan ulkus yang berbentuk piring dengan permukaan kulit yang terdedah, irregular, purulen dan disertai dengan tepi lesi yang elevasi. Lesi selalunya akan membaik setelah beberapa minggu, menjadi parut dan jarang sekali menjadi gengren pada resistensi rendah.3

VI. GEJALA KLINIK 
Gejala klinis ektima sebagai berikut: 1,3
·      Keluhan utama berupa rasa gatal.
·      Ektima mulai sebagai vesikel atau pustule di atas kulit yang eritematosa, membesar, dan pecah, terbentuk krusta yang tebal dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya. Bila krusta dilepas terdapat ulkus dangkal berdiameter 0.5cm hingga 2 cm.
·      Krusta bewarna kuning keabuan dan lebih tebal dan keras dari kusta impetigo
·      Pada ulkus yang lebih dalam dari lapisan dermis tampak daerah yang menimbul dan indurasi disekeliling tepinya yang berbatas jelas. Ulkus dikelilingi oleh halo yang eritem
·      Dapat ditemukan adenopati lokal.
·      Kadang kala dapat ditemukan daerah nekrosis apabila vesikel pecah dan ulkus tidak kelihatan sehingga lesi nekrosis hilang.
Lokalisasi : bokong, paha, ekstremitas bawah (kaki dan betis depan), wajah,     dan ketiak. Atau tempat yang relative banyak trauma.
Effloresensi : makula eritematosa lentikular hingga nummular, vesikel dan pustule miliar hingga numuler, difus, simetris serta krusta kehijauan yang sukar dilepas.
           
Gambar 1: Dikutip dari kepustakaan 2

Gambar 2: Dikutip dari kepustakaan 2

Gambar 3: Dikutip dari kepustakaan 2

VIII. GAMBARAN HISTOPATOLOGI
Peradangan dalam yang di infeksi kokus, dengan infiltrasi PMN dan pembentukan abses mulai dari folikel pilosebasea. Pada dermis, ujung pembuluh darah melebar dan terdapat sebukan sel radang.2

XI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakuan adalah pemeriksaan Gram dan kultur. Bahan untuk pemeriksaan bakteri sebaiknya diambil dengan mengerok tepi lesi yang aktif. Pemeriksaan dengan Gram merupakan prosedur yang paling bermanfaat dalam mikrobiologi diagnostik ketika dicurigai adanya infeksi bakteri. Sebagian besar bahan yang diambil harus dihapus pada gelas objek, diwarnai Gram dan diperiksa secara mikroskopik. Pada pemeriksaan mikroskopik, reaksi Gram ( biru-keunguan menunjukan organisme Gram positif, merah Gram negatif ) dan morfologi bakteri ( bentuk : kokus, batang, fusiforme atau yang lain ).2
Pada kultur atau bukan, kebanyakan streptococcus tambah dalam pembenihan padat sebagai koloni discoid dengan diameter 1-2 mm. Strain yang menghasilkan bahan simpai sering membentuk koloni mukoid.4,5

X.  DIAGNOSIS BANDING
Impetigo krustosa,
Persamaannya keduanya berkrusta bewarna kuning. Sedangkan Perbedaanya, impetigo krustosa terdapat pada anak, berlokasi di muka, dan dasarnya adalah erosi. Sebaliknya ektima terdapat baik pada anak maupun dewasa, tempat predileksi ditungkai bawah, dan dasarnya adalah ulkus.1

XI.   PENATALAKSANAAN
Mayoritas lesi membaik dalam 15 hingga 20 hari tanpa pengobatan.1,2,3
Umum :
·      Memperbaiki hygiene dan kebersihan, memperbaiki makanan.
·      Tatalaksana pada penyakit sebelum yang menyumbang kepada factor predisposisi terjadinya ektima harus diobati.
·      Penatalaksanaan pada ektima ialah penggunaan sabun antiseptik atau bahan peroksidan yang dicuci pada luka dapat mengurangi infeksi. Lesi dicuci dengan air dan sabun lalu diolesi dengan mupirocin atau bacitracin ointment 2 kali sehari.
·      Lesi yang direndam pada air panas dapat membantu terlepasnya krusta. 
Khusus :
·      Jika terdapat sedikit, krusta diangkat lalu diolesi dengan salap antibiotic kloramphenikol 2 %. Kalau banyak, diobati juga dengan antibiotik sistemik yaitu penicillin V 250 mg, p.o.q.i.d. selama 10 hari atau procaine penivillin G 800 000 U b.i.d/ 1.2 juta per hari, i.m selama 10 hari.
·      Bagi kasus yang berat, penambahan clindamycin sebanyak 300mg p.o. b.i.d direkomendasikan.
·      Alternatif digunakan erythromycin 4x500 mg jika pasien alergi pada penicillin dan pengobatan oral lebih dibutuhkan dari parenteral.
·      Selain itu terapi topical dengan menggunakan sulkonazol dan mikonazol bias menyembuhkan lesi dalam 1 minggu.
·        Dicloxacillin oral atau generasi pertama sefalosporin diberi berdasarkan daya tahan organisme.
·      Terapi topikal dengan kompres terbuka seperti larutan permanganas kalikus 1/5000 untuk melunakan krusta dan membersihkan debris.

XII.  KOMPLIKASI
Komplikasi ektima sebagai berikut : 2,3
·      Ektima jarang memberikan gejala sistemik 
·      Komplikasi menyeluruh akibat infeksi streptococcus pada kulit dapat berupa selulitis,erysipelas, ganggren, lymphangitis, supurasi lymphadenitis dan bakterimia
·      Komplikasi non supurasi berupa scarlet fever, dan glomerulonephritis akut. Pemakaian antobiotik tidak mengurangi angka kejadian post streptococcus glomerulonephritis.

XIII. PROGNOSIS
     Ektima adalah lesi dengan masa penyembuhan yang lama tetapi memberikan respon yang baik terhadap antibiotik dalam beberapa minggu. Sehingga memberikan prognosis yang baik. Faktor-faktor yang memperburuk prognosis, bila terdapat : 2,3
·      Lesi multiple
·      Pemberian antibiotika yang tidak adekuat
·      Persisten neutopenia


































DAFTAR PUSTAKA

1.      Djuanda Adhi. Pioderma dalam: Djuanda Adhi, Hamzah Mochtar, Aisah Siti, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2007: 60.
2.      Burns Tony, Breathnach Stephen, Cox Neil, Griffiths Christopher.Ecthyma: Rook’s Textbook of Dermatology Eight Edition. Blackweell
3.      Wasserzug Oshri, Valinsky Lea, Klement Eyal, Bar Yael Zeev, Davidovitch Nadav et al. A Cluster of Ecthyma Outbreaks Caused by a Single Clone of Invasive and Highly Infective Streptococcus pyogenes. Clin Infect Dis. 2009; 48:1213–9
4.      Shun Chien Chiou, WunYou Wang, Ling Pei Chen, Ling Wan Wang, Ping Wu et al. Association of the shuffling of Streptococcus pyogenes clones and the fluctuation of scarlet fever cases between 2000 and 2006 in central Taiwan. BMC Microbiol .2009; 9:115

5.      Darenberg Jessica, Luca Bogdan Harari, Jasir Aftab, Sandgren Andreas, Pettersson Helena. Molecular and Clinical Characteristics of Invasive Group A Streptococcal Infection in Sweden. Clin Infect Dis. 2007;45:450-8

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Audit, Sertifikasi, dan Akreditas apa Bedanya?

Mengenal Tentang MUN "Model United Nations"

MENTAL BLOCK