INFESKI MENULAR SEKSUAL (HIV AIDS)

How Important to Check Your HIV Status
Don't to be shame to check it,  ya kata itu tepat untuk menggambarkan orang-orang dengan perilaku sadar dan peduli terhadap status kesehatanna, termasuk status kesehatan Seksual. melakukan general medical Check up sangat dianjurkan dengan minimal dilakukan enam bulan sekali di pelbagai fasilitas pelayanan kesehatan. namun jangan lupa untuk menambahkan pemeriksaan Status kesehatan seksual seperti Check Status HIV dan Resiko Penyakit menular seksual.
Pemeriksaan ini sangat dianjurkan bagi mereka yang telah aktif ataupun pernah melakukan hubungan seksual, terutama bagi mereka yang berada pada golongan resiko tinggi. Umumnya tujuannya sama dengan pemeriksaan kesehatan dasar lainnya, dengan memeriksakan status kesehatan seksual anda, maka hal tersebut akan mampu untuk mengetahui keadaan kesehatan anda, mengetahui lebih cepat dan baik akan lebih efektif untuk dapat menanggulangi serta mengurangi resiko penularan infeski menular seksual, termasuk tertular HIV.

Infeski menular seksual (IMS) merupakan masalah kesehatan di dunia maupun di Indonesia. Yang paling banyak dikenal adalah gonore, sifilis dan Human Immunodeficiency Virus (HIV), meskipun masih ada lebih dari 20 macam IMS lainnya. Umumnya IMS dapat sembuh dengan pengobatan yang efektif, tetapi masih terus menjadi masalah kesehatan masyarakat baik dinegara maju maupun di negara berkembang.
Keberadaan virus Human Immunodeficiency (HIV) dan the Acquired immunodefiency sindrome (AIDS) telah menarik perhatian dunia terhadap penanggulangan dan pemberantasan IMS. Terdapat kaitan erat antara penyebaran IMS dengan penularan HIV, baik IMS yang ulseratif maupun yang non-ulseratif, telah terbukti meningkatkan risiko penyebaran HIV melalui hubungan seksual.
Meningkatnya infeksi HIV menyebabkan semakin rumitnya penatalaksanaan dan penanggulangan beberapa IMS lainnya. Misalnya, pengobatan chancroid menjadi semakin sulit di daerah dengan prevalens infeksi HIV yang tinggi, oleh karena penurunan kekebalan tubuh akibat infeksi HIV. Hasil pilot proyek Skrining sifilis pada ibu hamil (bumil) di  Jawa Barat, Kalimantan Barat dan DKI Jakarta menemukan 2.5% sero-positif sifilis dengan menggunakan rapid tes treponema, prevalensi tertinggi ditemukan di Kalimantan Barat dengan 4.1% (Ditjen PP & PL, 2014).
HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency virus.  Virus ini jika menginfeksi manusia menyebabkan penurunan sistem kekebalan sehingga tubuh menjadi jauh lebih rentan terhadap infeksi-infeksi yang pada orang normal tidak sampai menimbulkan gejala.  Infeksi HIV adalah infeksi kronis yang disebabkan virus (Human Immunodefisiensi Virus), yang menyerang sistim kekebalan tubuh, ditandai dengan penurunan CD4.  AIDS (Aquired Immunodefisinsi Defisiensi Syndroma) adalah suatu keadaan ketika penderita HIV jatuh pada kumpulan gejala-gejala karena penurunan CD4 (kekebalan tubuh) dibawah 200 satuan dan mengharuskan minum obat seumur hidup.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome/Sindroma Defisiensi Imun Akut/SIDA) adalah kumpulan gejala klinis akibat penurunan sistem imun yang timbul akibat infeksi HIV. AIDS sering bermanifestasi dengan munculnya berbagai penyakit infeksi oportunistik, keganasan, gangguan metabolisme dan lainnya. Adapun penyebabnya adalah melalui hubungan seksual dengan seseorang yang sudah terinfeksi HIV, melalui pertukaran   darah : transfusi, IDUs dan kegiatan medis dengan alat tusuk dan iris tercemar HIV, dan dari ibu ke janin/bayi-nya selama kehamilan, persalinan atau menyusui.
Cara mendeteksi IMS dan HIV pada tahap awal adalah dengan menentukan apakah orang tersebut termasuk risiko tinggi tertular IMS dan HIV (misalnya waria, penjaja seks, LSL). Selanjutnya dijajaki tentang perilaku seksualnya. Setiap orang yang terdeteksi harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan lanjutan untuk menentukan diagnosis.
Gejala AIDS timbul setelah 5-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Beberapa orang tidak mengalami gejala saat terinfeksi pertama kali. Sementara yang lainnya mengalami gejala-gejala seperti flu, termasuk demam, kehilangan nafsu makan, berat badan turun, lemah dan pembengkakan saluran getah bening. Gejala-gejala tersebut biasanya menghilang dalam seminggu sampai sebulan, dan virus tetap ada dalam kondisi tidak aktif (dormant) selama beberapa tahun. Namun, virus tersebut secara terus menerus melemahkan sistem kekebalan, menyebabkan orang yang terinfeksi semakin tidak dapat bertahan terhadap infeksi-infeksi oportunistik.
Perjalanan alamiah infeksi HIV, terdiri atas 3 fase, yaitu:
1.   Fase I (masa jendela/window periode)
Fase dimana tubuh sudah terinfeksi HIV, namun pada pemeriksaan antibodi di dalam darahnya masih belum ditemukan anti-HIV.  Masa jendela ini biasanya berlangsung 3 bulan sejak infeksi awal.  Selama masa jendela, pasien sangat infeksius, mudah menularkan kepada orang lain.  Sekitar 30-50% orang mengalami masa infeksi akut pada masa infeksius ini dengan gejala demam, pembesaran kelenjar getah bening, keringat malam, ruam kulit, sakit kepala dan batuk.
2.   Fase II (masa tanpa gejala/asimtomatik)
Fase dimana hasil tes darah terhadap HIV sudah positif tetapi individu belum menunjukkan gejala sakit. Individu ini dapat menularkan HIV kepada orang lain. Masa tanpa gejala berlangsung rata-rata selama 2-3 tahun hingga lebih dari 10 tahun. 
3.   Fase III (AIDS)
Fase Ini adalah fase terminal dari HIV yang kita sebut dengan AIDS.  Pada fase ini kekebalan tubuh telah menurun dan timbul gejala penyakit terkait HIV, seperti:  Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh, diare kronis,batuk pilek tidak sembuh-sembuh, berat badan terus menurun sebesar > 10% dari berat awal dalam waktu 1 bulan
Belum ada pengobatan untuk penyakit infeksi ini. Obat-obat anti retroviral digunakan untuk memperpanjang hidup dan kesehatan orang yang terinfeksi. Obat-obat lain digunakan untuk melawan infeksi oportunistik yang juga diderita. Konsekuensi yang mungkin terjadi pada orang yang terinfeksi yaitu hampir semua orang yang terinfeksi HIV akhirnya akan menjadi AIDS dan meninggal karena komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan AIDS. Konsekuensi yang mungkin terjadi pada janin dan bayi yaitu 20-30% dari bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV akan terinfeksi HIV juga dan gejala-gejala dari AIDS akan muncul dalam satu tahun pertama kelahiran. Dua puluh persen dari bayi-bayi yang terinfeksi tersebut akan meninggal pada saat berusia 18 bulan. Obat antiretroviral yang diberikan pada saat hamil dapat menurunkan risiko janin untuk terinfeksi HIV dalam proporsi yang cukup besar.
Pencegahannya tidak melakukan hubungan seksual (Abstience) dengan orang yang terinfeksi, khususnya hubungan seks anal, di mana cairan tubuh, darah, air mani atau sekret vagina paling mungkin dipertukarkan, adalah satu-satunya cara yang 100% efektif untuk mencegah penularan HIV melalui hubungan seks. Kondom dapat menurunkan risiko penularan tetapi tidak menghilangkan sama sekali kemungkinan penularan. Hindari pemakaian narkoba suntik dan saling berbagi jarum suntik. Diskusikan dengan petugas kesehatan tindakan kewaspadaan yang harus dilakukan untuk mencegah penularan HIV, terutama saat harus menerima transfusi darah maupun produk darah. (Ditjen PP & PL, 2014)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Audit, Sertifikasi, dan Akreditas apa Bedanya?

Mengenal Tentang MUN "Model United Nations"

MENTAL BLOCK