Kebutuhan Olahraga dan Gizi Bagi Remaja

KEBUTUHAN OLAHRAGA DAN GIZI BAGI REMAJA
(URGENT)
By :
M. Rekar Sudirman


Penduduk dunia saat ini berjumlah 6,3 miliar jiwa, memiliki jumlah penduduk remaja lebih dari satu miliar. Pada tahun 2008 jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 213 juta, 30 % diantaranya atau 62 juta adalah remaja usia 10 – 24 tahun (KBI, 2008). Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19 tahun. Jumlah remaja di Indonesia mencapai 36 juta jiwa dan 55% nya adalah remaja putri (Biro Pusat Statistik, 2006).
Fase atau masa remaja dalah sebuah fase dimana tubuh akan mengalami perubahan secara fisik, mental, sosial, dimana hal ini terjadi secara alamiah dalam proses kehidupan. Perubahan-perubahan pada masa remaja harus didukung oleh lingkungan sekitar, karena mereka akan merasakan perubahan-perubahan yang belum pernah dialami sebelumnya hal ini termasuk perubahan cara berpikir, berpendapat, berperilaku yang membuat mereka lebih labil(bingung) bagaimana untuk mengambil peran atau posisi. Masyarakat sebagai lingkungan sosial dari masyarakat harus mampu membimbing dan membina anak yang memasuki masa peralihan ke remaja ini, karena bila diabaikan mereka dapat tersesat dan mengambil keputusan yang salah yang akan mempengaruhi masa depannya kelak.
Masa remaja didefinisikan oleh Hendarto (2005) sebagai masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa. Pada perubahan ini terjadi perubahan biologik, fisik, emosional, dan kognitif. Anak pada kelompok ini ingin mempunyai gaya hidup lebuh mandiri, ingin menunjukkan jati diri dan rentan terhadap kritik, juga rentan terhadap kekurangan dan kelebihan nutrisi.
Masa remaja adalah masa pertumbuhan dipercepat tubuh, setelah ketinggian akhir dicapai. Masalah gizi remaja perlu mendapat perhatian khusus karena pengaruhnya yang besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dampaknya pada masalah gizi saat dewasa WHO (2003) menyebutkan bahwa masalah gizi pada remaja masih terabaikan karena masih banyaknya faktor yang belum diketahui.
Masa remaja merupakan periode dari pertumbuhan proses kematangan manusia, dan pada masa ini mulai terjadi perubahan baik perubahan fisik, fisiologis, dan psikologis. Perubahan fisik karena pertumbuhan yang terjadi akan mempengerahui status kesehatan dan gizinya ketidakseimbangan antara asupan kebutuhan atau kecukupan akan menimbulkan masalah gizi, baik itu berupa masalah gizi lebih maupun kurang. Menurut Jalal 1997 remaja kurang gizi akan mengalami gangguan pertumbuhan fisik, mental dan intelektual yang berdampak pada tingginya angka kematian, kesakitan, serta berkurangnya potensi belajar, daya tahan tubuh dan produktifitas kerja (Hasnidawati, 2009).
Remaja termasuk salah satu kelompok rentan gizi oleh karena berbagai sebab: 1) percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan zat gizi yang lebih banyak; 2) perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan yang menuntut penyesuaian asupan gizi; 3) kehamilan, aktif dalam kegiatan olahraga atau aktifitas fisik, menderita penyakit, yang meningkatkan kebutuhan zat gizi (Arisman, 2009; Soetarjo, 2011). Apabila terjadi kekurangan gizi (macro dan micro nutrient) pada masa tersebut, dapat mengalami gangguan pertumbuhan (Sen dan Kanani, 2006).
Masalah gizi utama pada remaja antara lain berkaitan dengan kebugaran tubuh dan olah tubuh, perilaku tidak sehat (mengkonsumsi rokok, alkohol, dan obat/bahan berbahaya), gangguan prilaku makan dan obesitas (Bardasono, 2005).
Pada saat ini, oleh Almatzier (2004) menyebutkan Indonesia mengalami masalah gizi ganda(double burden) yaitu masalah gizi kurang dan gizi lebih. Gizi lebih atau sering di sebut obesitas, menjadi ancaman yang harus di antsisipasi karena akhir-akhir ini jumlahnya semakin meningkat dari tahun ke tahun, terutama pada masyaarkat perkotaan yang di sebabkan oleh perubahan pola konsumsi pangan dan gaya hidup.
Adanya kemajuan teknologi dan modernisasi saat ini memberikan kecenderungan pada kita untuk malas dalam melakukan aktivitas sekecil apapun itu. Segala kegiatan dapat dilakukan dengan mudah oleh mesin-mesin canggih sehingga kita tak perlu mengeluarkan banyak tenaga untuk melakukan kegiatan tersebut, baik yang memerlukan energi yang banyak maupun sedikit. Kemajuan teknologi dan informasi tidak seharusnya dimanfaatkan sebagai kemunduran dalam hal kondisi kesehatan manusia. Pemanfaatan teknologi dan segala moderenisasi hanya berperan sebagai tools yang membantu manusia dalam aktivitas, namun tidak untuk menjadikan manusia minim dalam bergerak dan berpikir. Selain itu hal ini tentu sangat merugikan karena tidak akan mendapatkan manfaat penting dari beraktifitas fisik, seperti penggunaan kalori tubuh, menjaga stabilitas dan fleksibilitas tubuh, menjaga dan melindungi tbuh dari penumpukkan lemak berlebih, penurunan kadar glukosa darah, tekanan darah, dan kolesterol.
Pada usia remaja kebutuhan energi dan zat gizi meningkat berkaitan dengan aktifitas fisik yang tinggi dan awal usia pubertas (WHO, 1986). Tingginya aktifitas di luar rumah kadang menyebabkan anak melupakan waktu makan. Selain itu masa sekolah juga merupakan saat perkembangan sosial, kognitif, dan emosional yang signifikan ( Lucas, 1998).
Hasil penelitian Hanley et al (2000) menunjukkan bahwa overweight dan obesitas pada anak-anak dan remaja secara signifikan sedikit berhubungan dengan  aktifitas fisik dibandingkan dengan  teman sebayanya yang beberat badan normal. Tingginya jumlah aktifitas fisik berpotensi sebagai protektor untuk melawan obesitas. Aktifitas seperti menonton TV berhubungan dengan tingginya resiko kejadian overweight dibandingkan dengan yang nonton TV ≤ 2 jam/hari (OR = 2.52) (Hanley, 2000).
Arisman (2002) menyatakan ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertambahan berat badan, timbulnya berbagai penyakit degeneratif serta gangguan metabolisme. Asupan gizi yang baik harus diimbangi dengan pola hidup yang sehat sepertia aktifitas fisik rutin. Remaja pria usia 16 tahun membutuhkan 3,470 kkal perhari dan akan menurun pada usia 16-19 tahun menjadi 2,900 kkal . kebutuhan remaja putri memuncak pada usia 12 tahun (2,550 kkal) untuk kemudian menurun 2,200 kkal pada usia 18 tahun. Perhitungan tersebut didasarkan pada stadium perkembangan psikologis bukan usia kronologis.
Kebutuhan zat gizi remaja puteri lebih tinggi daripada remaja laki-laki, karena dibutuhkan untuk menggantikan zat-zat yang hilang dalam beberapa proses kehidupan, seperti: menstruasi, persalinan, dll (Hasnidawati, 2009).
Remaja berpotensi untuk pencapaian catching up growth yang mengalami defisit pada masa kanak-kanak, sehingga merupakan kesempatan akhir melakukan intervensi untuk meningkatkan pertumbuhan, terkhusus pada remaja perempuan untuk membatasi risiko obstetric (WHO, 2005).
Penelitian yang dilakukan Khomzan (2003) tingginya kejadian malzat gizi pada remaja bisa disebabkan karena remaja sebagai masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang membutuhkan asupan gizi yang adekuat. Remaja juga merupakan kelompok yang rentan terhadap pengaruh lingkungan, dapat mempengaruhi gaya hidup remaja termasuk kebiasaan mengkonsumsi makanan.
Kejadian remaja yang mengalami gizi kurang dan prevalensi Kurang Energi Protein (KEP), tersebut ditenggarai diatas terjadi karena jenis dan jumlah asupan gizi yang masuk dalam tubuh remaja tidak sesuai dengan jumlah kebutuhannya. Perbaikan pola makan, juga harus disertai dengan kebiasaan olah raga yang baik dan benar. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya penumpukan lemak dalam tubuh yang justru akan semakin mengakibatkan remaja mengalami masalah kegemukan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya pola konsumsi pada salah satunya yaitu karena faktor rendahnya pendapatan orang tua juga. Karena rendahnya daya beli masyarakat menyebabkan bahan-bahan yang mengandung zat gizi tinggi tidak mampu dibeli oleh masyarakat.
Olahraga dibutuhkan bagi remaja khususnya remaja dengan status gizi obesitas sebagai faktor pendukung untuk pencapaian status gizi baik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa aktivitas olahraga memiliki pengaruh 23,7% dalam membantu menurunkan berat badan dan mencapai status gizi yang baik (Arisman, 2009).

Dalam permasalahan konsumsi gizi masalah yang ditemui tidak hanya masalah defisit konsumsi gizi yang menyebabkan catching up pada masa pertumbuhan, ataupun masalah obesitas yang menyebabkan resiko penyakit degeneratif. Masalah kelebihan asusmsi zat gizi tertentu juga dapat mempengaruhi kondisi tubuh manusia salah satunya anak berperilaku lebih cepat dewasa serta menstruasi yang lebih cepat terjadi, diketahui salah satunya akibat kelebihan zat gizi tertentu yang mempengaruhi hormone, termasuk pada wanita. Oleh karena itu disarankan agar tetap mengontrol konsumsi gizi yang tepat jenis, waktu, dan jumlahnya dan dilengkapi dengan aktivitas fisik (olahraga) minimal 30 menit sehari. Olahraga tidak serta-merta memberikan efek penurunan berat badan secara drastic, namun dapat membantu mengontrol penggunaan energi tubuh, yang berasal dari intake gizi yang didapatkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Audit, Sertifikasi, dan Akreditas apa Bedanya?

Mengenal Tentang MUN "Model United Nations"

MENTAL BLOCK