Kelelahan Kerja dan Kecelakaan Kerja
WASPADA KELELAHAN
KERJA DAN KECELAKAAN KERJA
By :
M. Rekar Sudirman
Pada Undang-undang
yang berlaku di Indonesia telah ditetapkan lamanya waktu kerja sehari maksimum
adalah 8 jam kerja perhari dengan
estimasi dalam seminggu adalah 40 jam kerja, dan selebihnya sebaliknya
adalah waktu istirahat (untuk kehidupan keluarga dan sosial kemasyarakatan). Memperpanjang
waktu kerja lebih dari itu hanya akan menurunkan efisiensi kerja, meningkatkan
kelelahan, kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pembatasan waktu kerja memberi
manfaat pada pekerja secara langsung agar tidak, memforsir kegiatan ataupun
bekerja terlalu keras agar tubuh dapat kembali melakukan self recovery
untuk melakukan aktivitas yang lain.
Kelelahan kerja
menjadi sangat penting karena kelelahan kerja akan mempengaruhi kondisi umum
para pekerja. Kelelahan kerja merupakan salah bagian dari permasalahan umum
yang sering dijumpai pada tenaga kerja. Kelelahan secara nyata dapat
mempengaruhi kesehatan tenaga kerja dan menurunkan produktivitas. Kelelahan (fatigue)
dapat memberi kontribusi terhadap kecelakaan kerja.Kelelahan adalah
suatumekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih
lanjutsehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Istilah kelelahan
biasanyamenunjukkan kondisi yang berbeda - beda dari setiap individu, tetapi
semuanyabermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja
serta ketahanan tubuh. Terkait Pemberian intensif pada pekerja yang memiliki
waktu kerja lebih (lembur) terjadi karena adanya kesepakatan kedua belahpihak
yang menyetujui hal tersebut terjadi. Pekerja mendapat imbalan dari jam kerja
lebihnya, dan perusahaan (tempat kerja) mendapatkan hasil yang efisien dari
pekerjaan yang diberikan. Namun lembur tidak disarankan untuk dilakukan setiap
hari ataupun dalam jangka waktu yang panjang.
Menurut H. W.
Heinrich dalam Notoatmodjo (2007), penyebab kecelakaan kerja yang sering
ditemui adalah perilaku yang tidak aman sebesar 88%, kondisi lingkungan yang
tidak aman sebesar 10%, atau kedua hal tersebut di atas terjadi secara
bersamaan. Perlaku yang tidak aman dari para pekerja ini sangat bervariasi
seperti ketidakpatuhan dalam penggunaan Alat pelindung diri, Merokok atau
bermain Gadget saat di tempat kerja,
bercanda saat bekerja, termasuk perilaku tidak aman dan tidak baik yang
dilakukan pekerja sebelumnya yang dapat menagkibatkan kecelakaan kerja
(membuang sampah sembarangan, tidak mematuhi rambu-rambu keselamatan, begadang
yang menyebabkan mengantuk saat bekerja).
Berdasarkan uraian
tersebut, salah satu tujuan utama dari kesehatan kerja adalah mengurangi risiko
kelelahan kerja. Kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh agar
tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah
istirahat (Tarwaka, 2011). Definisi kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya
tenaga untuk melakukan suatu kegiatan, walaupun ini bukan satu-satunya gejala
(Budiono, 2003). Terdapat dua jenis kelelahan yaitu kelelahan otot dan
kelelahan umum. Kelelahan umum dapat disebabkan oleh intensitas dan lamanya
upaya fisik dan psikis, masalah lingkungan kerja (kebisingan dan penerangan),
irama detak jantung, masalah-masalah fisik (tanggung jawab, kecemasan,
konflik), nyeri dan penyakit lainnya, serta nutrisi (Budiono, 2013).
Menurut Fadel (2014)
Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja, menurunkan produktivitas kerja dan
ketahanan kerja yang ditandai oleh sensasi lelah, motivasi menurun, aktivitas
menurun. Karakteristik kelelahan kerja akan meningkat dengan semakin lamanya
pekerjaan yang dilakukan, sedangkan meningkatnya rasa lelah dapat meningkatkan
kesalahan kerja yang akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam
industri. Hal tersebut sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Nurmianto
(2009) yang di dalam buku tersebut dinyatakan bahwa semua jenis pekerjaan akan
menghasilkan kelelahan kerja. Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan
menambah tingkat kesalahan kerja yang akan memberi peluang terjadinya
kecelakaan.
Kecelakaan kerja
merupakan salah satu permasalahan yang sering terjadi pada pekerja di perusahaan.
Kecelakaan kerja ini biasanya terjadi karena faktor dari pekerja itu sendiri
dan lingkungan kerja yang dalam hal ini adalah dari pihak pengusaha.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga
kerja yang diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003.
Menurut data
statistik International Labour
Organization (ILO) selama 5 tahun terakhir jumlah kecelakaan kerja yang
telah dilaporkan terus mengalami fluktuasi, pada tahun 2009 terjadi 3.411.137
kasus kecelakaan kerja, tahun 2010 terjadi 3.457.814
kasus
kecelakaan kerja, tahun 2011 terjadi 4.082.479
kasus
kecelakaan kerja, tahun 2012 terjadi 2.435.740
kasus kecelakaan
kerja, tahun 2013 terjadi 384.924
kasus kecelakaan kerja. Kasus kecelakaan terbesar terjadi di negara-negara
berkembang (International Labour Organization, 2013).
Kecelakaan kerja
akibat perilaku tenaga kerja yang tidak
aman mencapai 31.776 kasus (32.06%) dari total kasus selama 2009 yang
didalamnya termasuk kondisi lelah para pekerja saat bekerja dan lainnya
termasuk tidak disiplin dalam penggunaan Alat pelindung diri. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa faktor utama penyebab kecekalaan kerja meliputi faktor perilaku yang tidak aman dan
kondisi tidak aman (Jamsostek, 2010).
Data dari Jamsostek, menampilkan
angka kecelakaan dari Januari-April 2014 terdapat 8.900 kasus kecelakaan kerja,
tahun 2011 lalu mencapai 99.491 kasus. Jumlah tersebut meningkat dibanding
tahun-tahun yang secara signifikan. Sebelumnya. Pada tahun 2007, tercatat
83.714 kasus, tahun 2008 sebanyak 94.736 kasus, tahun 2009 sebanyak 96.314
kasus, dan tahun 2010 sebanyak 98.711 kasus (Jamsostek, 2014).
Hasil penelitian yang
pernah dilakukan oleh kementerian tenaga kerja jepang terhadap 12.000
perusahaan yang melibatkan sekitar 16.000 pekerja di negara tersebut dipilih
secara acak menunjukkan hasil bahwa ditemukan 65% pekerja mengeluhkan kelelahan
fisik akibat kerja rutin, 28% mengeluhkan kelelahan mental dan sekitar 7%
pekerja mengeluh stress berat dan merasa tersisihkan( Hidayat, 2003).
Penerapan teknologi
pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja, diharapkan tenaga kerja akan
mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi.
Disamping itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat diharapkan untuk
menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi.Jadi, unsur yang
ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku pada faktor fisik,
tetapi juga mental, emosional dan psikologi (Hadiguna,2009).
Tingginya angka
kecelakaan kerja dalam berbagai industri yang disebabkan berbagai faktor baik
dari para pekerja maupun
lingkungan kerja, serta adanya tuntutan global dalam perlindungan bagi tenaga
kerjadi diperlukan upaya-upaya kedepan untuk mewujudkan Zero Accident di tempat kerja. pengguna jasa yang dalam hal ini
adalah satker/pemimpin pelaksana/pemimpin bangunan sebagai penanggung jawab
langsung dalam penerapan sistem keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) di
tempat kerja.
Namun demikian banyak
faktor yang harus dipertimbangkan seperti; target produksi; faktor sosial; dan
perilaku psikologis dalam kerja. kualitas output (kerusakan produk, penolakan
produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan,
tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan Kausal faktor (Tarwaka, 2004). Faktor umur berkaitan
dengan kinerja, hal ini terkait dengan adanya penurunan kemampuan (kualitas) organ
tubuh menyebabkan tenaga kerja mengalami kelelahan kerja .
Menurut silaban
(1998) kelelahan dipengaruhi oleh waktu kerjan jenis kelamin, usia, masa kerja,
status gizi, beban kerja dan kondisi
kesehatan. Faktor yang menyebabkan terjadinya kelelahan kerja adalah kesegaran
jasmani, kebiasaan merokok, masalah psikologis, kondisi kesehatan, jenis
kelamin, status gizi, waktu kerja, beban kerja, usia, masalah lingkungan kerja
(Tarwaka,2004). Secara klinis terdapat hubungan antara status gizi seseorang
dengan performa tubuh secara keseluruhan, orang yang berada dalam kondisi
kurang baik dalam artian Intake
makanan ke tubuh kurang dari normal maka akan lebih mudah mengalami kelelahan
dalam melakukan pekerjaannya (Oentoro, 2004).
Oleh karena itu
disarankan penting agar mampu melakukan manajemen pada diri dan waktu kerja.
Mampu Manajemen jam kerja(Time(work) management) memberikan manfaat bagi tubuh
pekerja untuk melakkan recovery, istirahat, serta lebih terbuka bagi
pemikiran-pemikiran baru setelah berisitirahat. Manajemen diri
(Self-management) akan membantu diri untuk menentukan batas dan kemampuan
kerja, agar dapat mengontrol serta memperhitungkan jenis pekerjaan yang dapat
dan mampu dilakukan.
Komentar
Posting Komentar