RESIKO PENYAKIT PADA LINGKUNGAN PASAR TRADISIONAL


RESIKO PENYAKIT PADA LINGKUNGAN PASAR TRADISIONAL
(Kajian pada Vektor Penyakit)
By :
M. Rekar Sudirman

Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sanitasi  berarti pengawasan faktor-faktor lingkungan fisik manusia sehingga dapat berpengaruh buruk pada kesehatan jasmani, rohani, dan sosial (Slamet, 2004). Lingkungan adalah tempat pemukiman dengan segala sesuatunya dimana organisme hidup beserta segala keadaan dan kondisinya, yang secara langsung maupun tidak langsung dapat diduga mempengaruhi tingkat kehidupan organism itu (Slamet, 2004).
Pasar merupakan salah satu tempat bermukimnya suatu penduduk, dikatakan bermukim karena pada lingkungan pasar terjadi interaksi antara manusia satu dan yang lainnya, serta manusia dan lingkungan. Dalam pembahasan ini kondiis pasar tradisional dititikberatkan pada kondisi pasar yang tidak terpelihara dengan baik secara fisik dan nonfisik yang menimbulkan rasa tidak aman, nyaman, dan mempertinggi resiko mepularan dan kejadian penyakit bagi pengunjung.
Menurut Suparlan (2004), Pasar merupakan sekelompok bangunan yang sebagian terbuka tanpa atap yang ditunjukkan dengan keputusan DPRD dimana para pedagang berkumpul untuk memperdagangkan dan menjual barang dagangannya. Menurut permendagri nomor 42 tahun 2007 tentang pengelolaan Pasar desa, Pasar tradisional adalah Pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah, swasta, koperasi atau swadaya masyarakat setempat dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda, atau nama lain sejenisnya, yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil menengah, dengan skala usaha kecil dan model kecil, dengan proses jual beli  melalui tawar menawar.
Dalam Kepmenkes No. 519/2008 tercantum tujuan penyelenggaraan Pasar Sehat adalah untuk mewujudkan Pasar yang bersih, aman, nyaman, dan sehat melalui kemandirian komunitas Pasar. Komunitas Pasar diharapkan dapat mewujudkan dan memelihara kesinambungan Pasar sehat (Kepmenkes, 2008). Pasar tradisional di Indonesia kerap tidak nyaman dikunjungi karena identik dengan tempat kotor, berbau tidak sedap, becek, pengap. Selain itu juga menjadi tempat perkembangbiakan binatang penular penyakit, seperti kecoa, lalat dan tikus. Informasi dari berbagai otoritas kesehatan mencatat ada lebih dari 250 jenis penyakit ditularkan melalui makanan yang tidak aman. Pasar yang tidak sehat tentu berdampak pada dijajakannya makanan yang tidak aman. Data tahun 2005 menunjukkan, 60% masyarakat Indonesia memperoleh bahan pangan dan kebutuhan sehari-hari lainnya dari Pasar tradisional,
Keberadaan vektor di Pasar dapat mempengaruhi kondisi kesehatan para pedagang dan pengunjung karena vektor dapat menularkan penyakit kepada manusia. Misalnya vektor jenis kecoa, tikus, lalat yang ada di Pasar sering membawa mikroorganisme seperti Salmonella, Entamoeba histolitica yaitu kuman penyebab diare, typhoid/thypus, disentri, cholera dan virus hepatitis A (Aryati, 2005).
Penyakit tular merupakan penyakit yang menular melalui  hewan perantar (vektor). Penyakit tular vektor meliputi malaria, arbovirosis seperti dengue, Chikungunya, kaki gajah, pes, thypus dan diare. Penyakit tersebut hingga kini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dengan angka kesakitan dan kematian yang cukup tinggi dan berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (Permenkes, 2010).
Pasar yang senantiasa tidak terpelihara kondisi sanitasi nya, atau menunjukkan kondisi Pasar yang kurang bersih, yang terindikasi dari manajemen pengelolaan sampah yang belum tertangani dengan baik dan tidak memiliki keadaan fasilitas sanitai yang baik, yang menyebabkan tingkat kebersihan Pasar menjadi menurun dan menjadi tempat berkembang biak bagi vektor penyakit yang berakibat pada timbulnya suatu penyakit yang berbasis pada lingkungan.
Menurut Nafika (2008), hewan yang termasuk ke dalam vektor penyakit antara lain nyamuk, lalat, tikus dan kecoa. Vektor nyamuk yang terdapat di pemukiman perkotaan secara umum ada tiga jenis yaitu Culex quinquefasciatus, Anophele dan Aedes aegypti. Yang kedua adalah lalat, jenis serangga ini memiliki keunikan dibandingkan dengan serangga lain, yaitu biasa meludahi makanannya sendiri, lalat hanya bisa makan dalam kondisi cair. Sedangkan reaksi lalat terhadap makanan akan mengeluarkan enzim agar makanan tersebut dapat menjadi cair, setelah makanan tersebut cair akan disedot masuk ke dalam perut lalat sehingga akan memudahkan bakteri virus turut masuk ke dalam saluran pencernaannya dan berkembang di dalamnya.  Jenis yang ketiga adalah tikus dan mencit yang termasuk  hewan mengerat (rodensia). Jenis ini lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang di gudang dan hewan pengganggu yang menjijikkan di perumahan. Belum banyak diketahui dan disadari bahwa kelompok hewan ini juga membawa, menyebarkan dan menularkan berbagai penyakit kepada manusia, ternak dan hewan peliharaan. Rodensia komensal yaitu rodensia yang hidup di dekat tempat hidup atau kegiatan manusia ini perlu lebih diperhatikan dalam penularan penyakit. Selain ketiga hewan tersebut diatas (Nafika, 2008).
Serangga lainnya juga dapat menularkan penyakit. Dalam pengertian yang luas, organisme yang tidak termasuk keluarga serangga juga termasuk vektor, seperti laba-laba, keong dan yang lainnya dijadikan perantara sebagai parasit pada manusia dan binatang penghuni gudang dan berperan sebagai patogen terhadap penyakit tertentu.
Beberapa vektor penyakit memiliki dampak terhadap kesehatan masyarakat, antara lain: Nyamuk Aedes aegypti menyebabkan penyakit demam berdarah dan cikungunya. Lalat menyebabkan penyakit Desentri, Diare pada manusia. Kecoak dapat menyebabkan penyakit kolera, leprosy, typhus. Sedangkan tikus dapat  menyebabkan penyakit pes pada manusia. Dalam rangka mencegah penyakit yang disebabkan oleh tikus maka perlu memperhatikan populasi tikus. Beberapa jenis tikus yang ada di lingkungan pemukiman daerah tropis adalah Rattus-rattus tenezumi temminh (tikus atap). Rattus norvegicus (tikus got), dan Rattus tanezumi (tikus rumah). Adanya tikus di lingkungan rumah perlu diwaspadai pula ektoparasit (pinjal) yang berpotensi menularkan penyakit pes, murine thypus, dan tulareamia (Priyambodo, 2003).
Lalat merupakan serangga penular (vektor) Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh lalat antara lain disentri, kolera, typhus perut, diare dan lainnya yang berkaitan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk. Penularan penyakit ini terjadi secara mekanis, dimana kulit tubuh dan kaki-kakinya yang kotor tadi. Merupakan tempat menempelnya micro-organisme penyakit yang kemudian lalat tersebut hinggap pada makanan. Oleh karena demikian besar penyebaran penyakit yang dapat ditularkan melalui lalat, maka perlu dilakukan pengendalian lalat dengan cermat. Lalat banyak jenisnya tetapi paling banyak merugikan manusia adalah jenis lalat rumah (Musca domestica), lalat hijau (lucilia seritica), lalat biru (Calliphora vomituria) dan lalatlatirine (Fannia canicularis) (Mudjiharto, 2005).
Kecoa mempunyai peranan yang cukup penting dalam penularan penyakit. Peranan tersebut antara lain: sebagai vektor  mekanik bagi beberapa mikro organisme pathogen, sebagai inang perantara bagi beberapa spesies cacing, menyebabkan timbulnya reaksi-reaksi alergi seperti dermatitis, gatal-gatal dan pembengkakan kelopak mata (Aryati, 2005).
Menurut Permenkes (2010) sebenarnya disamping tikus, kecoak, lalat dan nyamuk masih banyak binatang lain yang berfungsi sebagai vektor dan binatang pengganggu. Namun keempat phylum sangat berpengaruh didalam menyebabkan kesehatan pada manusia, untuk itu keberadaan vektor dan binatang pengganggu tersebut harus di tanggulangi, sekalipun demikian tidak mungkin membasmi sampai keakar-akarnya melainkan kita hanya mampu  berusaha mengurangi atau menurunkan populasinya kesatu tingkat tertentu yang tidak mengganggu ataupun membahayakan kehidupan manusia. Dalam hal ini untuk mencapai  harapan tersebut perlu adanya suatu managemen pengendalian dengan arti kegiatan-kegiatan atau proses pelaksanaan yang bertujuan untuk menurunkan densitas populasi vektor pada tingkat yang tidak membahayakan (PerMenKes, 2010).
Penyakit tular vektor merupakan satu diantara penyakit yang berbasis lingkungan yang dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologi dan social budaya. Ketiga faktor tersebut akan saling mempengaruhi kejadian penyakit tular vektor di daerah penyebarannya. Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka kesakitan penyakit bersumber binatang antara lain adanya perubahan iklim dapat meningkatkan resiko risiko kejadian kejadian penyakit tular vektor. Faktor resiko lainnya adalah keadaan sanitasi yang buruk (PerMenKes, 2010).
Pengendalian vektor adalah semua kegiatan atau tindakan untuk menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya penularn penyakit tular vektor di suatu wilayah atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor sehingga penularan penyakit tular vektor dapat dicegah. oleh karena itu sebaiknya kita sebagai masyarakat tetap waspada terhadap berbagai resiko penularan penyakit dimana saja terlebih pada tempat-tempat dengan resiko penularan penyakit tingkat tinggi seperti pasar dan rumah sakit, mempertimbangkan lokasi tujuan juga penting guna mengetahui tindakan preventif apa yang dapat dilakukan seperti penggunaan alat pelindung diri. Meningkatkan kekebalan tubuh dan kewaspadaan terhadap berbagai resiko juga sangat penting, salh satunya dengan cara menerapkan pola hidup bersih dan sehat.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Audit, Sertifikasi, dan Akreditas apa Bedanya?

Mengenal Tentang MUN "Model United Nations"

MENTAL BLOCK