REMAJA DAN SEKS PRANIKAH
REMAJA, PACARAN, DAN SEKS
PRANIKAH
Created By :
M. Rekar Sudirman
REMAJA
Remaja
merupakan periode seseorang bertransformasi dari anak-anak menuju dewasa. pada
masa ini remaja mengalami proses pematangan fisik lebih cepat daripada
pematangan psikososialnya hal ini dapat dibuktikan dengan perubahan fisik
(perubahan bentuk tubuh, suara, dan pertumbuhan bulu halus di daerah tertentu)
yang pesat namun tidak disertai dengan perkembangan emosional (perubahan emosi,
kelabilan, menyukai lawan jenis, kebutuhan aktualisasi diri, permainan peran
)para remaja yang terlihat dari bagaimana mereka bersikap atas perubahan yang
terjadi. Oleh karena itu, seringkali terjadi ketidakseimbangan yang menyebabkan
remaja sangat sensitif dan rawan terhadap kejadian stress.
Kondisi
inilah yang menuntut individu remaja untuk bisa menyesuaikan diri secara mental
dan sosial serta melihat pentingnya menetapkan suatu sikap, nilai-nilai dan
minat yang baru. Perkembangan fisik dan kematangan seksual remaja dalam usia
ini mengalami perubahan yang sangat pesat dan seharusnya menjadi perhatian
khusus bagi remaja.
Perkembangan
ini tidak bisa dielakkan begitu saja. Dibutuhkan filter yang dapat menyaring
informasi tersebut yang sesuai dengan kebudayaan masyarakat Indonesia, terutama
oleh kaum remaja. Sebagai generasi yang baru tumbuh, remaja lebih cepat
menyerap informasi baru dibandingkan dengan yang lebih tua. Dewasa ini, remaja
mendapatkan potret perilaku seks lebih mudah dengan kemajuan teknologi salah
satunya dalam bentuk perilaku berpacaran sebagai hal lumrah yang dilakukan.
Salah
satu contoh perubahan fisik yang terjadi adalah dimana alat-alat kelamin
mencapai kematangannya. Kematangan secara biologis ini menyebabkan remaja
memiliki dorongan seksual. Salah satunya adalah mulai tertarik dengan lawan
jenis dan pengekspresian dari hal tersebut adalah apa yang biasa dikenal dengan
istilah “berpacaran” (Sarlito, 2012).
PACARAN
Pacaran
merupakan sebuah istilah yang lazim di kenal dimasyarakat, yang menggambarkan
bagaimana hubungan dekat antara pria dan wanita yang tidak memiliki hubungan
yang sah. Menurut pandangan kalangan tertentu pacaran merupakan sebuah tindakan
yang mengarahkan pasangan pria dan wanita kea rah seks bebas.
Berpacaran
juga tidak hanya sesuatu yang dilakukan semata-mata karena ketertarikan
individu terhadap lawan jenis. Berpacaran juga merupakan sesuatu yang
diharapkan atau dituntut dari remaja karena berpacaran merupakan bentuk
hubungan yang populer di masa remaja. Hal yang dulu dianggap tabu kian kemari
semakin memudar dan hanya dimaklumi sebagai sebuah dampak perubahan zaman yang
mmepengaruhi lingkungan para remaja (Nindyasturi, 2013).
SKRRI
(Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia) tahun 2012, remaja indonesia
mulai berpacaran pertama kali paling banyak pada usia 15-17 tahun, dan perilaku
berpacaran yang semakin permisif, yakni sebanyak 79,6% remaja pria dan 71,6%
remaja wanita pernah berpegangan tangan, 29,5% remaja pria dan 6,2% remaja
wanita pernah meraba atau merangsang pasangannyadan sebanyak 48,1% remaja pria
dan 29,3% remaja wanita pernah berciuman bibir. Sikap dan perilaku
tersebut bisa mendorong remaja untuk melakukan hubungan yang lebih jauh yaitu
hubungan seks (intercourse). Ditambah lagi kecenderungan pola masyarakat
tentang perilaku seksual yang mengalami banyak perubahan.
Berpacaran
mungkin sudah menjadi fenomena yang tak asing lagi bagi masyarakat kita, tapi
yang banyak menjadi sorotan sekarang adalah perilaku yang terjadi dalam
berpacaran dinilai sudah jauh menyimpang dari ajaran agama. Perilaku semacam
ini salah satunya disebabkan oleh pengaruh budaya barat yang mengagungkan
kebebasan individu, gaya pacaran yang semakin terbuka sampai perilaku seksual
pranikah yang sekarang semakin sering kita dengar. Berpacaran memang biasanya
identik dengan remaja, karena masa remaja adalah masa transisi dari masa
anak-anak ke masa dewasa yang melibatkan berbagai perubahan, baik dalam fisik,
kognitif, psikologis, spiritual, maupun sosial dan ekonomi (Sarlito, 2012).
Pada
masa remaja ada tiga masalah yang cenderung muncul dibanding pada masa kanak-kanak
atau dewasa: konflik dengan orang tua, suasanan hati yang berubah dan depresi,
serta tingginya angkah perilaku ceroboh, pelanggaran hukum dan tindakan
beresiko, yang dimana ketiganya dapat terjadi sebagai sebuah mata rantai yang
saling berkait, seperti perilaku beresiko yang digambarkan sebagai perilaku
seks pranikah yang akan memicu perubahan hati, kecemasan hingga ke kasus yang
lebih berta seperti terjadinya depresi(Spear, 2000) (Wade dan Travis, 2007).
Dalam
beberapa kebudayaan, waktu antara pubertas dan masa dewasa hanya berlangsung
selama beberapa bulan. Anak perempuan dan anak laki-laki yang sudah matang
secara seksual diharapkan segera menikah dan melakukan tugas-tugas orang
dewasa. Dalam masyarakat barat yang modern, remaja belum dianggap matang secara
emosional untuk memilki hak, tanggung jawab, dan peran sebagai orang dewasa
(Wade dan Travis, 2007).
Pacaran
sendiri tidak akan mengarah kepada sesuatu yang bersifat positif karena umumnya
akan mengarah pada perilaku yang bertentangan dengan norma yang ada di
masyarakat. Anggapan mengenai “Pacaran Positif” dimana efek positif pacaran
berupa dorongan untuk belajar lebih giat, atau adanya support dari orang/lawan
jenis sebagai orang-orang terdekat tidak pernah menunjukkan hasil yang pasti. Karena
peran-peran tersebut sesungguhnya dapat digantikan dengan peran orang tua
ataupun keluarga dan teman terdekat.
HUBUNGAN
SEKS PRANIKAH DAN REMAJA
Penelitian
Taufik dan Anganthi (2005) mengungkapkan bahwa frekuensi remaja melakukan
hubungan seksual 1 kali sebanyak 48 %, 2-4 kali sebanyak 24 %, sebulan 1-2 kali
sebanyak 4 %, seminggu 1-2 kali sebanyak 24 % yang ditemukan pada remaja
perempuan. Pada remaja laki-laki frekuensi melakukan hubungan seksual sebanyak
1 kali sebanyak 35,97 %, 2-4 kali sebanyak 20,86 %, sebulan 1-2 kali sebanyak
15,83 %, seminggu 1-2 kali sebanyak 22,30 %, setiap hari lebih dari satu kali
sebanyak 4,31 % dan setiap ada hasrat sebanyak 0,71 %.
Tingginya
frekuensi melakukan hubungan seksual membuat para remaja seakan tiada bersalah
atas perilakunya. Hal ini ditunjukkan oleh kebanyakan subjek laki-laki daari
survey tersebut yang merasa puas atau nikmat setelah melakukan hubungan
seksual, sedangkan pada subjek perempuan merasa takut, berdosa dan kotor.
Banyaknya remaja yang telah melakukan hubungan seks pra-nikah dapat mengakibatkan
kehamilan yang tidak diinginkan. Para remaja tidak pernah mengharapkan dirinya
hamil sebelum menikah. Namun pada kenyataannya, kasus kehamilan sebelum menikah
banyak terjadi
Remaja
yang mengalami hamil di luar nikah atau melakukan hubungan seksual sebelum
menunjukkan bahwa remaja tersebut terhambat dalam menjalankan tugas
perkembangannya. Santrock menyebutkan bahwa seorang remaja mengalami
beribu-ribu jam interaksi dengan orang tua, teman sebaya, dan guru-guru dalam
10 hingga 13 tahun masa perkembangan. Namun demikian, pengalaman dan tugas
perkembangan baru masih muncul selama masa remaja. Relasi dengan orang tua
memiliki bentuk yang berbeda, hubungan teman-teman sebaya semakin intim, dan
kencan dilakukan untuk pertama kali, demikian pula penjajakan seksual dan
mungkin hubungan seksual (Santrock, 2007).
Orang-orang
yang ada ditahapan pra dewasa kemungkinan akan melakukan seks bebas atau bisa
saja hamil diluar nikah. Pada saat mereka melakukan hal itu muncullah kecemasan
pada diri remaja tersebut. Ini diakibatkan karena faktor-faktor lingkungan
(Wade dan Travis, 2007).
Saat
remaja akan memasuki tahap masa pra dewasa, mereka menjalani hidup mereka
dengan tidak stabil, tingkat perilakunya yang berisiko contohnya berhubungan
seksual tanpa pengaman. Pada tahapan inilah hal-hal berisiko lebih tinggi
disbanding tahapan-tahapan usia lain termasuk pada tahapan remaja sekali pun.
Tahapan pra dewasa yang seperti ini yang sering mendapat kecemasan (Wade dan Travis,
2007).
Mereka
yang melakukan seks bebas pada tahapan pra dewasa hidup dalam situasi yang
sulit untuk diperkirakan, seringkali akan merasakan suatu kecemasan, suatu
kondisi umum saat mereka berusaha mengantisipasi sesuatu, atau ketegangan
psikologis. Keadaan cemas yang berlangsung terus menerus, ditandai oleh
perasaan khawatir dan takut, prihatin, kesulitan berkonsentrasi, dan gejala
ketegangan motorik (Wade dan Travis, 2007).
Kecemasan
itu bisa merupakan suatu keadaan sekaligus sifat kepribadian. Orang dapat
mengalami berbagai tingkat kecemasan sebagai dampak keadaan yang mengancam atau
menekaan. Orang yang terus menerus ada dalam kecemassan dinamakan kronis cemas.
Orang yang cemas secara kronis, khawatir mendapat celaan, tidak mampu membentuk
konsep dirinya, selalu merasa tegang dan kegembiraan berlebihan (Alwisol,
2004).
Gangguan
stres sering kali dapat terjadi pada tahapan pra dewasa yang tidak menyangka
melakukan hubungan seks di luar nikah, depresi yang banyak terjadi pada usia
pra dewasa, di mana pada usia ini merupakan periode “badai dan stres” yang
ditandai dengan kemurungan, kekacauan di dalam diri dan pemberontakan.
Percobaan bunuh diri pada usia pra dewasa saat ini, merupakan salah satu bukti
bahwa mereka tidak memahami depresi atau kecemasan yang berlarut-larut (Wade
dan Travis, 2007).
SEKS
PRANIKAH DI USIA DINI
Dalam
perkembangan perilaku seksual, terutama pada masa remaja perubahan-perubahan
ini sangat jelas terlihat. Pengaruh perubahan sosial-budaya yang telah
disebutkan di atas dengan dibarengi perubahan-perubahan psikobiologis yang
terjadi pada masa remaja menyebabkan para remaja beresiko meniru perilaku hubungan
seksual pranikah.
Menurut
Okanegara (2007), remaja Indonesia yang berusia 10-24 tahun mencapai 65 juta
jiwa atau sekitar 30 % dari total penduduk Indonesia. Sekitar 15-20 % remaja
usia sekolah di Indonesia sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah, 15
juta jiwa remaja perempuan usia 15-19 tahun melahirkan setiap tahunnya. Selain
itu data juga menunjukkan hamil karena diperkosa sebanyak 3,2 %, karena
sama-sama mau 12,9 %, dan tidak terduga sebanyak 45 % serta seks bebas sendiri
mencapai 22,6 %.
Fenomena seks pranikah menjadi suatu yang lazim
dilakukan oleh para remaja baik secara sadar ataupun tidak sadar. Hal tersebut
terjadi karena adanya perubahan-perubahan lingkungan serta struktur social yang
diserap oleh para remaja. Berdasarkan Informasi yang diberikan oleh media
elektronik menyatakan bahwa 50% kaum perempuan muda pernah melakukan seks
pranikah atau dapat diartikan lain 50% remaja putri tidak perawan lagi (Suluh
Indonesia, 2013).
Timbulnya
perilaku seksual pranikah akibat adanya interaksi antara Id, ego dan super ego
yang merupakan unsur pembentuk sebuah perilaku (Freud, 1939). Dengan
kekuatan bersaing begitu banyak, mudah untuk melihat bagaimana konflik mungkin
timbul antara ego, id dan superego. Freud menggunakan kekuatan ego istilah
untuk merujuk kepada kemampuan ego berfungsi meskipun kekuatan-kekuatan duel.
Seseorang dengan kekuatan ego yang baik dapat secara efektif mengelola tekanan
ini, sedangkan mereka dengan kekuatan ego terlalu banyak atau terlalu sedikit
dapat menjadi terlalu keras hati atau terlalu mengganggu.
Menurut
Freud (1939) Dikaitkan dalam perilaku seks pranikah Id berperan dengan melihat
bahwa seks adalah suatu kebutuhan, yang dapat dilakukan sejak dini oleh siapa
saja. Ego berperan sebagai unsur untuk membandingkan kebutuhan dengan realitas
yang ada, ego berkembang dari id dan memastikan bahwa dorongan dari id dapat
dinyatakan dalam cara yang dapat diterima di dunia nyata. Fungsi ego baik di
pikiran sadar, prasadar, dan tidak sadar Ego juga pelepasan ketegangan yang
diciptakan oleh impuls yang tidak terpenuhi melalui proses sekunder, di mana
ego mencoba untuk menemukan objek di dunia nyata yang cocok dengan gambaran
mental yang diciptakan. Superego berperan sebagai hati nurani, yang menentukan
keputusan yang diambil, superego berasal sebagai hati nurani (concenience) seseorang
yang menilai benar atau salahnya suatu tindakan seseorang.itu berarti Superego
mewakili nilai-nilai ideal dan selau berorientasi pada kesempurnaan, bila
superego baik maka baiklah hasil yang ditimbulkan dan sebaliknya.
Penelitian Wijaya (2009) yang
menyatakan bahwa 51,5% yang terdiri dari 48,5% adalah responden pria dan 6%
adalah responden wanita yang berusia 13–15 tahun, 67,3% berusia 16-17 tahun dan
26,7% berusia di atas 18 tahun terungkap sebanyak 7% dari responden tersebut
pernah melakukan hubungan seks pranikah. Hasil lain mengungkapkan bahwa 100%
dari mereka yang melakukan hubungan seks pranikah ini mengaku hubungan seks
yang mereka lakukan terinspirasi dari vcd porno yang mereka lihat, 73% dari
teman, 66% dari internet, 47% dari media cetak seperti koran atau majalah.
Survei Kesehatan Reproduksi Remaja
Indonesia - SKRRI (2009) juga memperkuat hasil penelitian tersebut. Dalam
survei tersebut menyatakan bahwa sebagian besar para remaja baik pria dan
wanita mendiskusikan mengenai kesehatan reproduksi dengan kelompoknya atau
temannya (remaja wanita sebesar 71% sedangkan remaja pria sebesar 58%).
Hubungan seks pranikah adalah
hubungan seksual yang dilakukan oleh sepasang insan yang belum menikah atau
yang belum terikat oleh tali perkawinan (Melodina, 2010). Hubungan seksual ini
umumnya terjadi diantara mereka yang telah meningkat remaja menuju dewasa. Hal
ini sangat mungkin terjadi mengingat pada saat seseorang memasuki masa remaja
mulai timbul dorongan-dorongan seksual di dalam dirinya. Apalagi pada masa ini
minat mereka dalam membina hubungannya terfokus pada lawan jenis.
SKRRI (2009) menyatakan umur pertama
kali pacaran, baik pada wanita dan pria sebagian besar pada usia 15-17 tahun,
proporsi wanita sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan pria, yakni 43%
berbanding 40%. Remaja wanita mulai pacara pada umur yang lebih muda dibandingkan
dengan remaja pria, yaitu 42% remaja wanita sudah berpacaran pada umur dibawah
15 tahun, sedangkan 19% untuk remaja pria. Selain itu dinyatakan bahwa sebesar
27% kegiatan yang dilakukan remaja pria saat berpacaran adalah dengan perilaku
meraba atau merangsang bagian tubuh yang sensitive sedangkan remaja wanita
sebesar 9% melakukan hal yang sama. Pendapat penting dari hasil SKRRI yaitu
responden remaja wanita dan pria setuju dan menerima perilaku hubungan seksual
sebelum menikah baik dilakukan oleh remaja wanita dan pria.
Dalam
Kerpati (2010), menurut Sugiri Syarif, Kepala BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional), berdasarkan hasil penelitian di Yogyakarta dari 1160
mahasiswa, sekitar 37 % mengalami kehamilan sebelum menikah. Pada tahun 1997
sebuah studi kualitatif di Yogyakarta diantara 44 wanita yang memiliki
kehamilan sebelum menikah pada usia 15-24 dan telah berkonsultasi ke IPPF (International
Planned Parenthood Federation) Yogyakarta, dimana ditemukan bahwa 26
responden meneruskan kehamilannya dan 18 responden dilaporkan mengakhiri
kehamilannya. Dari mereka yang meneruskan kehamilan 21 responden menikah selama
kehamilan dan hanya 5 responden menjadi orang tua tunggal. Empat dari sepuluh
perempuan hamil sebelum usia 20 tahun. Lebih dari 900.000 kehamilan remaja
setiap tahunnya. Sekitar 40 % ibu remaja di bawah 18 tahun.
Zulvanto
(2010) menjelaskan dari data yang dihimpun menunjukkan bahwa jumlah aborsi
seluruh dunia per tahun sekitar 42 juta. Jumlah aborsi per hari sekitar 115.000
dimana 83 % dari keseluruhan aborsi diperoleh di negara berkembang dan 17 %
terjadi di negara maju. Jumlah kasus aborsi di Indonesia setiap tahun mencapai
2,3 juta, 30 % di antaranya dilakukan oleh para remaja.
Menurut
Wahyuni (2009) setiap tahunnya ada sekitar dua juta kasus aborsi di Indonesia.
Dari jumlah kasus aborsi itu, 20 % di antaranya adalah aborsi yang dilakukan
oleh remaja. Berdasarkan penelitian, tiap hari 100 remaja melakukan aborsi.
Jika dihitung pertahun, 36 ribu janin dibunuh oleh remaja dari rahimnya.
Pengguguran kandungan atau yang lebih dikenal dengan aborsi (abortion)
yang dilakukan oleh remaja pada umumnya akan mengakibatkan resiko kesehatan dan
keselamatan secara fisik dan gangguan psikologis (Kementerian Kesehatan, 2012).
Berbagai
masalah kompleks dapat timbul sebagai dampak dari terjadinya perilaku seks
pranikahdiluar nikah yang terkait dengan berbagai aspek kehidupan, antara lain
aspek kesehatan, psikologis, ekonomi, sosial dan budaya. Permasalahan kehamilan
remaja sebelum menikah ini merupakan masalah yang bisa merangsang
masalah-masalah baru yang sensitif. Hal ini membuat rencana-rencana yang sudah
dibuat untuk menyongsong masa depan remaja tersebut pun akan pupus.
PENANGGULANGAN
MASALAH PACARAN DAN SEKS PRA NIKAH
Menurut
survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang dilakukan pada tahun 2012
terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar seluruh Indonesia menemukan 93% remaja
pernah berciuman, dan 62,7% pernah berhubungan badan, dan 21% pernah melakukan
aborsi.
Topik seksualitas sudah bukan
merupakan pembicaraan yang baru lagi di masyarakat, khususnya dikalangan
remaja. Pada zaman sekarang ini, kehidupan seksual dikalangan remaja sudah
lebih bebas dibandingkan generasi sebelumnya. Pada masa remaja rasa ingin tahu
terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukkan hubungan baru yang
lebih matang dengan lawan jenis. Padahal pada masa remaja informasi tentang
masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari
informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan
keliru sama sekali. Hal ini bisa dirasakan mengenai kehidupan para remaja di
kota-kota besar di Indonesia. Terbukanya saluran informasi seputar seks yang
bebas beredar di masyarakat pada saat ini melalui media-media, seperti
televisi, koran, radio dan internet boleh menjadi mendorong remaja melakukan
hubungan seks pranikah.
Perkembangan zaman dan teknologi
tidak dapat disalahkan sepenuhnya, karena zaman pasti berubah, jika kita tidak
berubah maka zaman yang akan merubah kita. Apa yang harus dilakukan dengan
perubahan zaman itu adalah kita harus mampu berubah dan dapat mengontrol
perubahan itu. Menggunakan pengetahuan, ilmu agama, norma sebagai benteng dan
perlindungan agar perubahan tidak mengarah pada perubahan negative.
Pemberian informasi masalah seksual
menjadi penting terlebih lagi mengingat remaja berada dalam potensi seksual
yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon
dan sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual
mereka sendiri (Handbook of Adolecent psychology, 1980).
Menurut
Stanley Hall (2007) pada masa ini juga disebut masa stres dan badai dimana masa
remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi konflik dan perubahan suasana hati.
Fluktuasi emosi remaja yang masih bergejolak terutama dalam menghadapi
permasalahan seperti kehamilan sebelum menikah. Sesuai dengan teori
perkembangan kognitif dari Piaget (dalam Santrock, 2007), masa remaja termasuk
dalam tahap operasional formal. Pada tahap ini, individu melampui
pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir secara abstrak serta lebih logis.
Mereka bisa mengembangkan pemikiran-pemikiran tentang konsep ideal. Untuk
memecahkan masalah, mereka dapat bekerja lebih sistematis. Hal ini akan
terlihat adanya kemampuan remaja yang bersangkutan dalam menghadapi masalah,
tekanan dan tantangan yang dihadapi yang disebut sebagai strategi koping.
Selain
itu banyak cara yang dapat dilakukan guna menghindari perilaku berpacaran itu
sendiri, atau mengurangi efek yang mungkin ditimbulkan dari prilaku pacaran itu
sendiri :
1. Mendekatkan
diri (remaja) pada keluarga dan ilmu-ilmu keagamaan. Dimana menenamkan
nilai-nilai keagamaan kepada anak sejak dini mampu untuk membentengi anak dari
hal-hal negative, setidaknya mampu mebawa pola piker yang positif bagi anak
(remaja), orangtua dan guru dapat menjadi teman dan pembimbing yang baik bagi
remaja, dimana mereka dapat bertanya tentang perubahan-perubahan yang terjadi
pada diri mereka termasuk perubahan sosial (pergaulan). Sehingga mereka tidak
mendapatkan informasi yang salah. Dalam pelaksanaannya tidak perlu otoriter
selama hal tersebut masih bisa diperbaiki. Bukannya karena pernah muda orang
tua dan guru akan mampu membimbing remaja dengan baik dengan berbagai
pergolakan yang mereka alami.
2. Memilih
teman : yakni remaja harus mampu melihat teman-teman yang bepotensi memberikan
dampak positif terhadap apa yang akan terjadi pada diri kita. Dan sebagai orang
tua dapat mengawasi orang-orang yang berada di sekitar remaja, sehingga mampu
secara sigap dalam membimbing remaja bila terjadi kesalahan.
3. Pendidikan
seks : pendidikan seks di usia muda sangat diperlukan agar para remaja, mampu
mengontrol diri terhadap hubungan dan kontak yang terjadi dengan lawan jenis,
pendidikan seks juga mampu sebagai wadah konseling yang baik bagi remaja
terhadap perubahan fisik yang mereka alami. Orangtua dan guru dapat berperan
sebagai mentor dalampemberian pendidikan seks di usia muda. Namun bila
kesulitan mereka dapat meminta bantuan pada kalangan professional.
4. Coba
bermain peran : orangtua dan para guru (masyarakat disekitar remaja) harus
mampu memposisikan diri sebagai remaja itu sendiri, karena terkadang ada
gejolak yang terjadi pada remaja dan ditanggapi salah oleh orang tua dan
masyarakat. Para remaja terjadang hanya ingin dimengerti, dan kita harus coba
untuk mengerti menjadi psosesif ataupun otoriter bukanlah jalan yang dibenarkan.
Para orangtua terkadang berpikir karena mereka juga pernah “remaja” maka mereka
tahu apa yang terjadi, padahal itu tidak semuanya benar. Orangtua harus tetap
mempertimbangkan tentang kemungkinan lain seperti perubahan zama, perkembangan
teknologi, perubahan tatanan masyarakat dalam pergaulan itu harus dipikirkan
kembali, mari bicara dari hati ke jati antara orangtua dan anak agar semuanya
lebih jelas.
5. Kegiatan
Positif : tak dapat dipungkiri pada masa remaja akan timbul dorongan-dorongan
seksual karena adanya perubahan fisik dan hormone yang terjadi. Adanya rasa
ketertarikan dengan lawan jenis adalah suatu yang lumrah. Namun perasaan
tersebut dapat dikendalikan dengan cara mengalihkan energy yang besar dari
dorongan-dorongan tersebut pada aktivitas yang dapat mengembangkan diri remaja
itu sendiri. Missal aktif pada bidang keilmuan atau olahraga yang remaja
minati, mengikuti sebuah perkumpulan, atau hal-hal lain yang membuat remaja
memiliki dorongan positif dan tidak merasa sendiri dalam menjalani masa
remajanya, dan tentu saja para orangtua harus mengawal hal itu terjadi.
DIOLAH
DARI : BERBAGAI SUMBER KEPUSTAKAAN YANG TIDAK DICANTUMKAN, SERTA PENDAPAT
PENULIS
Komentar
Posting Komentar