KECEMASAN DAN PROSES PENYEMBUHAN
Disusun Oleh:
M. Rekar Sudirman
Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang timbul
karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya
sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam. Kecemasan dapat didefininisikan suatu keadaan perasaan
keprihatinan, rasa gelisah, ketidak tentuan, atau takut dari kenyataan atau
persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal (Stuart and
Sundeens, 1998). Kecemasan adalah suatu keadaan
yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang disertai dengan tanda somatik yang
menyatakan terjadinya hiperaktifitas sistem syaraf otonom. Kecemasan adalah
gejala yang tidak spesifik yang sering ditemukan dan sering kali merupakan
suatu emosi yang normal (Kusuma W, 1997). Kecemasan
adalah respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal,
samar-samar atau konfliktual (Kaplan dan Sadock,
1997).
a. Faktor Predisposisi
Kecemasan
Setiap perubahan
dalam kehidupan atau peristiwa kehidupan yang dapat menimbulkan keadaan stres
disebut stresor. Stres yang dialami seseorang dapat menimbulkan
kecemasan, atau kecemasan merupakan manifestasi langsung dari stres kehidupan
dan sangat erat kaitannya dengan pola hidup (Wibisono, 1990).
Berbagai faktor
predisposisi yang dapat menimbulkan kecemasan (Roan, 1989) yaitu faktor genetik,
faktor organik dan faktor psikologi. Pada pasien yang akan menjalani operasi,
faktor predisposisi kecemasan yang sangat berpengaruh adalah faktor psikologis,
terutama ketidak pastian tentang prosedur dan operasi yang akan dijalani.
b. Gejala Kecemasan
Penderita yang mengalami kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang
khas dan terbagi dalam beberapa fase, yaitu :
1) Fase I
Keadan fisik
sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh mempersiapkan diri untuk
fight (berjuang), atau flight (lari secepat-cepatnya). Pada fase ini tubuh
merasakan tidak enak sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon adrenalin
dan nor adrenalin.Oleh karena itu, maka gejala adanya kecemasan dapat berupa
rasa tegang di otot dan kelelahan, terutama di otot-otot dada, leher dan
punggung.
Dalam
persiapannya untuk berjuang, menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku dan
akibatnya akan menimbulkan nyeri dan spasme di otot dada, leher dan punggung.
Ketegangan dari kelompok agonis dan antagonis akan menimbulkan tremor dan gemetar
yang dengan mudah dapat dilihat pada jari-jari tangan (Wilkie, 1985).
Pada fase ini kecemasan merupakan mekanisme peningkatan dari sistem
syaraf yang mengingatkan kita bahwa system syaraf fungsinya mulai gagal
mengolah informasi yang ada secara benar (Asdie, 1988).
2) Fase II
Disamping gejala
klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan otot, gangguan tidur
dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa mengontrol emosinya dan
tidak ada motifasi diri (Wilkie, 1985). Labilitas
emosi dapat bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab, yang beberapa saat
kemudian menjadi tertawa. Mudah menangis yang berkaitan dengan stres mudah
diketahui. Akan tetapi kadang-kadang dari cara tertawa yang agak keras dapat
menunjukkan tanda adanya gangguan kecemasan fase dua (Asdie, 1988).
Kehilangan
motivasi diri bisa terlihat pada keadaan seperti seseorang yang menjatuhkan
barang ke tanah, kemudian ia berdiam diri saja beberapa lama dengan hanya
melihat barang yang jatuh tanpa berbuat sesuatu (Asdie, 1988).
3) Fase III
Keadaan
kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan stresor tetap saja
berlanjut, penderita akan jatuh kedalam kecemasan fase tiga. Berbeda dengan
gejala-gejala yang terlihat pada fase satu dan dua yang mudah di identifikasi
kaitannya dengan stres, gejala kecemasan pada fase tiga umumnya berupa
perubahan dalam tingkah laku dan umumnya tidak mudah terlihat kaitannya dengan
stres.
Pada fase tiga
ini dapat terlihat gejala seperti : intoleransi dengan rangsang sensoris,
kehilangan kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang sebelumnya telah mampu ia
tolerir, gangguan reaksi terhadap sesuatu yang sepintas terlihat sebagai gangguan
kepribadian (Asdie, 1988).
b.
Klasifikasi Tingkat Kecemasan
Ada empat tingkat kecemasan, yaitu ringan, sedang, berat dan panik
(Townsend, 1996).
1) Kecemasan ringan : Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan
menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat
ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi,
mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.
2) Kecemasan sedang : Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah
yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami
perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah.
Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut
jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat
dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak
optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada
rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar,mudah
lupa, marah dan menangis.
3) Kecemasan berat : Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang
dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan
spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut
memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain.
Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala,
nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan
persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya
sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak
berdaya, bingung, disorientasi.
4) Panik : Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan
teror karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan.
c.
Respon Fisiologis terhadap Kecemasan
1) Kardio vaskuler; Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung
berdebar, denyut nadi meningkat, tekanan nadi menurun.
2) Respirasi; napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada.
3) Kulit: perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat,
berkeringat seluruh tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat,
gatal-gatal.
4) Gastro intestinal; Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut,
rasa terbakar di epigastrium, nausea, diare.
5) Neuromuskuler; Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip,
insomnia, tremor, kejang, , wajah tegang, gerakan lambat.
6) Perilaku; Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada
koordinasi, menarik diri, menghindar.
7) Kognitif; Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa,
salah tafsir, bloking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang
berlebihan, kawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut kecelakaan,
takut mati dan lain-lain.
8) Afektif; Tidak sabar, tegang, neurosis, tremor,
gugup yang luar biasa, sangat gelisah dan lain-lain.
2. Penyembuhan Luka
Luka dapat diartikan sebagai gangguan atau kerusakan integritas dan fungsi
jaringan pada tubuh (Perdana Kusuma, 2007). Ketika luka timbul beberapa efek
akan muncul : hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ ; respon stress
simpatis ; perdarahan dan pembekuan darah ; kontaminasi bakteri ; dan kematian
sel.
Proses penyembuhan luka terjadi secara normal tampa bantuan, walaupun
beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan.
Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga
kebersihan membantu meningkatkan penyembuhan jaringan. Ada beberapa prinsip
dalam penyembuhan luka menurut Perdana kusuma (2007) yaitu :
a.
Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya
kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang.
b.
Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat di jaga
c.
Keutuhan kulit dan mukosa membrane disiapka sebagai garis pertama untuk
memeprtahankan diri dari mikroorganisme
d.
Respon tubuh secara sistemik pada trauma
e.
Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing termasuk
bakteri.
Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan
jaringan hal ini berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase peneymbuhan luka
seperti yang terjadi pada luka pembedahan :
1)
Fase Inflamantori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 –
4 hari. Dua proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan
pagositosis. Hemostatis ( penghentian perdarahan) akibat fase kontraksi
pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah,endapan fibrin
(menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka.
Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan
matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka.Bekuan dan jaringan
mati, scab membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh
mikroorganisme.Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke
tepi.Epitelial sel membantu sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan
mencegah masuknya mikroorganisme.
Fase Inflamantion juga memerlukan pembuluh darah dan
respon seluler digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan
mati.Selama sel berpindah lekosit (terutama netrofil) berpindah kedaerah
interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit
selama lebih kurang 24 jam setelah cidera
luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut fagositosis. Makrofag juga
mengeluarkan factor angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan ujung epitel
diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat proses
penyembuhan. Proses inflamatori ini sangat penting penyembuhan.
2)
Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4
sampai hari ke-21 setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel
jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah
pembedahan. Diawali dengan mensitensis kolagen dan subtansi dasar yang disebut
proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka.Kolagen adalah subtansi
protein yang menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka
terbuka.Selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan Nampak dibawah garis irisan
luka.Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberi
oksigen dan nutrisi yang diberikan untuk penyembuhan.
3)
Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke- 21 dan berakhir 1 – 2
tahun setelah pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen
menjalin dirinya, menyatukan dalam struktur yang lebih kuat.Berkas luka menjadi
kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis putih.
Pada proses
penyembuhan luka tingkat kecemasan seorang pasien diketahui memiliki hubungan
terhadap proses penyembuhan. Semakin tinggi rasa cemas yang dimiliki oleh
seorang pasien terhadap kesembuhannya maka semakin lama proses penyembuhan yang
akan dilewati, karena hal ini berhubungan dengan kondisi respon tubuh terhadap
hal-hal yang membuat fisik menjadi discomfort terhadap keadaan luka/penyebab
kecemasan pasien tersebut. Tingkat kecemasan pasien yang terlalu tinggi
dianggap sebagi sebuah stressor yang memperburuk keadaan pasien.
Komentar
Posting Komentar