MEKANISME TERJADINYA KELELAHAN SAAT BEKERJA

Disusun Oleh
M. Rekar Sudirman

Kelelahan kerja biasanya terjadi pada pekerja yang mempunyai rutinitas yang sama dengan sikap kerja yang statis bagi pekerja dan berlangsung secara terus-menerus bahkan setiap hari. Kelelahan kerja akan meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan tersebut dilakukan, dalam waktu yang lama akan menimbulkan nyeri otot, dan lain-lain yang merupakan akibat dari pekerjaan yang berulang (repetitive), terlebih lagi ketika pekerjaan tersebut dilakukan selama bertahun-tahun. Selain itu, beban kerja dan umur pekerja juga turut memberi sumbangsi terhadap terjadinya kelelahan pada pekerja, dimana dengan semakin bertambahnya umur pekerja maka kemampuan secara fisik akan semakin berkurang.
Kemampuan kerja seseorang berbeda antara satu orang dengan orang yang lainnya dan sangat bergantung pada gizi dan lingkungan kerja. semakin tinggi kemampuan kerja seorang tenaga kerja dengan tingkat kelelahan yang tidak berarti menunjukkan tingkat kondisi fisik yang bagus dari tenaga kerja yang bersangkutan, dimana dalam hal ini akan berdampak positif pada peningkatan produktivitas (Notoadmojo, 2003). Tekanan melalui fisik pada suatu waktu tertentu akan mengakibatkan berkurangnya kinerja otot, gejala yang ditunjukkan dapat berupa semakin rendahnya gerakan, hal tersebut tidak hanya disebabkan karena beban kerja yang berat namun lebih pada tekanan-tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada suatu masa yang panjang (Atiqoh, 2014).
Secara teori kelelahan diartikan sebagai respon tubuh terhadap aktivitas atau beban yang dilakukan oleh tubuh. Kelelahan fisik selalu dikaitkan dengan kelelahan otot yaitu teori kimia dan teori syaraf pusat. Pada teori kimia secara umum menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya sisa metabolisme sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot, sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan syaraf adalah penyebab sekunder, pada teori syaraf pusat menjelaskan bahwa perubahan kimia hanya merupakan penunjang proses.
Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya rangsangan syaraf melalui syaraf sensoris ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Rangsangan aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel syaraf menjadi berkurang. Berkurangnya frekuensi tersebut akan menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat, dengan demikian semakin lambat gerakan seseorang akan menunjukkan semakin lelah kondisi otot seseorang (Tarwaka, 2011).
Penyebab dan Gejala Kelelahan
Kelelahan mempunyai penyebab yang berbeda-beda, namun secara umum dapat disebabkan oleh intensitas dan lamanya upaya fisik dan psikis, masalah lingkungan kerja (kebisingan dan penerangan), irama detak jantung, masalah-masalah fisik (tanggung jawab, kecemasan, konflik), nyeri dan penyakit lainnya, serta nutrisi (Budiono, 2013).
Menurut Atiqoh (2014) lama masa kerja masuk ke dalam faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja. Selain itu, beban kerja yang melebihi kapasitas juga menjadi salah satu penyebab timbulnya gangguan seperti kelelahan, dimana kapasitas pekerja juga ditentukan oleh umur dari pekerja yang bersangkutan, bertambahnya umur seseorang akan diikuti dengan penurunan kemampuan atau kapasitas. Sikap tubuh yang salah juga dapat menyebabkan timbulnya kelelahan atau kurangnya fungsi maksimal organ-organ tertentu (Suma’mur, 2009).
Pengaruh dari keadaan yang menjadi sebab kelelahan tersebut seperti berkumpul dalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah. Perasaan lelah yang demikian yang berkadar  tinggi dapat menyebabkan seseorang tidak mampu lagi bekerja sehingga berhenti bekerja sebagaimana halnya kelelahan fisiologis yang mengakibatkan pekerja yang bekerja fisik menghentikan kegiatannya oleh karena merasa lelah bahkan yang bersangkutan tertidur oleh karena kelelahan (Suma’mur, 2009).
Keadaan dan perasaan lelah adalah reaksi fungsional pusat kesadaran yaitu otak (cortex cerebri). Proses-proses energi syaraf yang mempengaruhi kelelahan yaitu sistem antagonistik yang terdiri dari:
a.    Sistem penghambat (inhibisi)
Sistem penghambat bekerja terhadap talamus (thalamus) yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur.
b.    Sistem penggerak (aktivasi)
Sistem penggerak terdapat dalam formasio retikularis (formation reticularis) yang dapat merangsang pusat-pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari organ-organ dalam tubuh kearah kegiatan bekerja, berkelahi, melarikan diri dan lain-lain (Suma’mur, 2009).
Berdasarkan konsep tersebut, keadaan seseorang pada suatu saat sangat tergantung kepada hasil kerja antara dua sistem antagonistis tersebut. Apabila sistem penghambat berada pada posisi lebih kuat daripada sistem penggerak, seseorang berada dalam kondisi lelah dan sebaliknya ketika sistem penggerak lebih kuat dari sistem penghambat, maka seseorang berada dalam keadaan segar untuk aktif dalam kegiatan termasuk bekerja.
Konsep ini dapat dipakai untuk menerangkan peristiwa-peristiwa yang sebelumnya tidak dapat dijelaskan, misalnya peristiwa seseorang yang lelah tiba-tiba kelelahannya hilang oleh karena terjadi suatu peristiwa yang tidak diduga atau terjadi tegangan emosi. Dalam hal itu, sistem penggerak tiba-tiba terangsang dan dapat menghilangkan pengaruh sistem penghambat. Demikian pula pada peristiwa monotoni, kelelahan terjadi oleh karena kuatnya hambatan dari sistem penghambat, walaupun sesungguhnya beban kerja tidak seberapa untuk menjadi penyebab timbulnya kelelalahan.
Suatu daftar gejala atau perasaan atau tanda yang ada hubungannya dengan kelelahan meliputi melemahnya kegiatan, melemahnya motivasi, dan melemahnya fisik.
a.  Gejala melemahnya kegiatan
1)    Perasaan berat di kepala
2)    Menjadi lelah seluruh badan
3)    Kaki merasa berat
4)    Menguap
5)    Merasa kacau pikiran
6)    Mengantuk
7)    Merasa berat pada mata
8)    Kaku dan canggung dalam gerakan
9)    Tidak seimbang dalam berdiri
10)  Mau berbaring
b.  Gejala melemahnya motivasi
1)     Merasa susah berpikir
2)     Lelah bicara
3)     Gugup
4)     Tidak dapat berkosentrasi
5)     Tidak dapat menfokuskan perhatian terhadap sesuatu
6)     Cenderung untuk lupa
7)     Kurang percaya diri
8)     Cemas terhadap sesuatu
9)     Tidak dapat mengontrol sikap
10)   Tidak dapat tekun dalam melakukan pekerjaan.
c.   Gejala melemahnya fisik
1)     Sakit kepala
2)     Kekakuan di bahu
3)     Merasa nyeri di punggung
4)     Merasa pernafasan tertekan
5)     Merasa haus
6)     Suara serak
7)     Merasa pening
8)     Spasme kelopak mata
9)     Tremor pada anggota badan
10)  Merasa kurang sehat
Gejala perasaan atau tanda kelelahan melemahnya kegiatan, melemahnya motivasi dan gambaran kelelahan fisik sebagai akibat dari keadaan umum yang melelahkan (Suma’mur, 2009). Kelelahan yang disebabkan oleh kerja statis berbeda dengan kerja dinamis. Pada kerja otot statis, dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan maksimum otot hanya dapat bekerja selama 1 menit, sedangkan pada pengerahan tenaga <20% kerja fisik dapat berlangsung cukup lama. Menurut Tarwaka (2011) untuk mengurangi tingkat kelelahan maka harus dihindarkan sikap kerja yang bersifat statis dan diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis. Hal ini dapat dilakukan dengan merubah sikap kerja yang statis menjadi sikap kerja yang dinamis atau lebih bervariasi, sehingga sirkulasi darah dan oksigen dapat berjalan normal ke seluruh anggota tubuh, sedangkan untuk menilai tingkat kelelahan seseorang dapat dilakukan pengukuran kelelahan secara tidak langsung baik secara objektif maupun subjektif.
Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan lama kerja tersebut biasanya tidak disertai efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kerja yang optimal, bahkan biasanya terlihat penurunan kualitas dan hasil kerja serta bekerja dengan waktu yang berkepanjangan timbul kecenderungan untuk terjadinya kelelahan, gangguan kesehatan, penyakit dan kecelakaan serta ketidakpuasan. Makin panjang waktu kerja dalam seminggu, makin besar kecenderungan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Jumlah 40 jam seminggu ini dapat dibuat 5 atau 6 hari kerja tergantung kepada berbagai faktor, namun fakta menunjukkan bekerja 5 hari dan 40 jam kerja seminggu adalah fenomena yang berlaku dan semakin diterapkan dimanapun (Suma’mur, 2009).
Suatu pekerjaan  yang bebannya biasa-biasa saja, yaitu tidak terlalu ringan ataupun berat, akan menunjukkan produktivitas yang mulai menurun sesudah 4 jam bekerja. Keadaan ini terutama sejalan dengan menurunnya kadar gula di dalam darah, untuk mengatasi hal ini, perlu dilakukan istirahat dan diberikan kesempatan untuk makan yang meninggikan kembali kadar gula darah sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi tubuh bagi keperluan melaksanakan pekerjaan. Istirahat setengah jam setelah 4 jam bekerja terus-menerus sangat penting artinya baik untuk pemulihan kemampuan fisik dan mental maupun pengisian energi yang sumbernya berasal dari makanan (Suma’mur, 2009).
Pekerjaan berat ditandai dengan pengerahan tenaga fisik dan juga kemampuan mental yang besar dengan pemakaian energi berskala besar pula dalam waktu yang relatif pendek atau pendek sekali. Otot, sistem kardiovaskuler, paru, dan lain-lain harus bekerja sangat berat, sebagai konsekuensinya, pekerjaan dengan beban berat demikian tidak bisa secara terus-menerus dilakukan sebagaimana halnya pekerjaan yang biasa-biasa saja, melainkan perlu istirahat pendek setiap selesai melakukan aktivitas kerja yang berat. Pengaturan ritme kerja antara pelaksanaan kerja yang berat dan istirahat pendek yang memadai diatur dan diprogram dalam pengorganisasian cara kerja yang baik, yaitu selalu diberikan kesempatan kepada tubuh untuk senantiasa pulih kembali setelah memikul suatu beban pekerjaan agar pelaksanaan kerja berlangsung selama jam kerja menurut ketentuan yang berlaku (Suma’mur, 2009).
Menurut Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 pasal 77 ayat 2 bahwa waktu kerja yang dipersyaratkan adalah:
1.  7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam seminggu; atau
2.  8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam seminggu.
Dijelaskan pula dalam Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 pasal 78 ayat 1 bahwa pengusaha yang memperkerjakan pekerja atau buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 ayat 2 harus memenuhi syarat:
1.  Ada persetujuan pekerja atau buruh yang bersangkutan.
2.  Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
Karakteristik kelelahan kerja akan meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan yang dilakukan, sedangkan menurunnya rasa lelah (recovery) didapat dengan memberikan istirahat yang cukup (Nedved, 2008).
Jam kerja selama 8 jam per hari, diusahakan sedapat mungkin tidak dilampaui. Apabila hal ini tidak dapat dihindari, perlu diusahakan grup kerja baru atau pengadaan kerja gilir (shift work). Kerja lembur sedapat mungkin ditiadakan, karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa kerja lembur dapat menurunkan efisiensi dan produktivitas kerja serta meningkatkan angka kecelakaan dan sakit. Disamping itu, kerja lembur yang melebihi 25% dari jam kerja (>2 jam), tidak akan melindungi tenaga kerja dari pengaruh buruk bahan-bahan kimia maupun faktor fisik seperti suhu, kelembapan udara, kebisingan, getaran, dan lain-lain (Anies, 2005).



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Audit, Sertifikasi, dan Akreditas apa Bedanya?

Mengenal Tentang MUN "Model United Nations"

MENTAL BLOCK