PACARAN, NEGATIF OR POSITIF???


 OPINI


Dulu waktu zaman SMA sekitar tahun 2007 saya teringat tetang sebuah karya tulis yang saya presentasikan dalam bentuk pidato di depan kelas tentang “Pacaran, negative atau positif?” kebetulan mata pelajaran saat itu adalah bahasa Indonesia, dengan pembahasan Pidato dengan tema Pergaulan Bebas. Masih teringat dengan jelas dalam ingatan saya tentang bagaimana saya waktu itu pemproklamirkan keberpihakkan saya dalam sebuah life style yaitu “pacaran” menjadi sebuah hal yang lumrah terjadi sebagi suatu peubahan dan pergerakan lingkungan yang “dinamis”. Hal itu mungkin disebabkan Karena minimnya pengetahuan serta literature bacaan yang saya dapatkan ataupun karena pengaruh kondisi fisiologis saya sebagai seorang remaja, yang seolah “ingin” juga melakukan ataupun merasakan apa yang disebut dengan pacaran. Walapun saat itu keterberpihakkan saya tidaklah 100% mendukung life style ber “pacaran” karena saya dengan pengetahuan yang minim pun tahu dampak serta resiko berpacaran saat itu apabila berpacaran digiring ke hal-hal yang bersifat negative. “pacaran boleh saja, selama pacaran dapat membawa kedua pasangan menjadi lebih baik dalam segala aktivitas, misalnya saling mendukung dalam kegiatan disekolah, ataupun belajar mengajar” kata saya waktu itu. Tapi yang namanya pacaran tidak ada yang dapat menjamin bahwa kedua pasangan tidak akan terjerumus ke dalam hal-hal negative, tentu saja hal ini saya katakan berdasarkan hasil observasi serta literature bacaan yang saya baca hingga saat ini (red. 2018), mengingat bahwa waktu yang akan dihabiskan oleh pasangan ini akan lebih banyak berdua, ketergantungan kedua pasangan ini akan lebih banyak, interaksi yang lebih intens dan intim tentu saja dapat menggiring kedua pasangan ke hal-hal yang dapat kita duga sebelumnya mulai dari berpegangan tangan, berpelukkan, bertatapan, hingga hal-hal diluar batas yang sudah dapat kita bayangkan bersama. Selain itu lingkungan yang mendukung perilaku berpacaran ini sebagai life style mulai tidak terindahkan, dimana pacaran dlihat sebagai sebuah kebutuhan primer bagi beberapa orang entah kebutuhan apa yang mereka maksud sehingga perilaku tersebut tidak dapat mereka bendung lagi.
Mungkin pertanyaan kenapa tidak pacaran dianggap sebagian orang sebagai sebuah tuduhan tentang tidak “laku” nya seseorang dari sisi penampilan fisik ataupun pribadi, orang yang terlalu perfeksionis hingga sangat pemilih, mereka dari kalangan agamais yang engan untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis kedalam hubungan yang lebih intens. Entah generalisasi ataupun tuduhan tersebut telah mengisi pikiran beberapa orang. Saya mungkin memiliki pertanyaan pada orang-orang yang berpacaran (tanpa hubungan resmi) :
1.      Apa manfaat pacaran?
2.      Mengapa kalau tidak pacaran?
3.      Bagaimana gaya berpacaran?
4.      Kenapa harus pacaran?
5.      Pacaran membuat kamu lebih baik atau tidak?
6.      Yakin pasangan “pacaran” kamu saat ini adalah calon pasangan kamu(resmi) di masa depan?
7.      Pacaran serius?
8.      Pacaran berapa lama untuk menikah?
9.      Pacaran karena merasa itu kebutuhan atau tuntutan?
10.  Punya target pacaran berapa kali?
Saya secara personal saat menyatakan bahwa saya tidak setuju perilaku berpacaran, apapun itu argumennya. Ya mungkin berpacaran lebih baik dilakukan dengan pasangan resmi(sah hokum dan agama). Mungkin ada yang berpikiran pacaran itu adalah penjajakan, iya penjajakan tapi mau makan waktu berapa lama?yakin gak ada unsur maksiat?. Tanpa bermaksud menggurui ataupun menjadi seseorang yang agamais (memiliki pendidikan agama yang cukup tinggi), taka da pacaran dengan pasangan yang tidak resmi yang bersifat posotif. Positif hamil mungkin iya, karena itu tadi pacaran tidak akan menghasilkan apapun.

Dapat kita anggap pacaran sebagai subject dalam hidup kita, dan apabila subject pacaran itu dihilangkan apakah hidup kita akan terganggu atau terancam? Oleh karena itu saya sarankan bagi yang masih muda (remaja, remaja tua, remaja muda, etc) atau siapapun jika ingin pacaran mending di halalkan, bukanya hal tersebut lebih baik dan kehormatan kedua pasangan akan lebih terjaga, pacaran lama-lama buat apa? Kalau enggak cocok mending tinggalkan, relakan dia, jangan hambat jodoh dia, bukannya rezeki dan jodoh sudah diatur dengan yang di atas (ALLAH S.W.T), jodoh juga gak bakalan ketukar, dan tulisan ini bukan hanya ditujukan bagi “anak muda” yang berpacaran. Namun bagi mereka yang usia nya cukup matang ataupun dewasa. Karena ada beberapa anggapan di masyarakat, ya berpacaran boleh dilakukan setelah sekolah tinggi, kuliah, ataupun saat sudah memiliki pekerjaan karena di anggap lebih bertanggung jawab. Justru sebaliknya menurut saya di usia dewasa kita harus mencoba menghilangkan perilaku pacaran tersebut karena bukannya kita lebih bertanggung jawab, berpikiran panjang, serta lebih behati-hati dalam mengambil setiap keputusan. Oleh karena itu usia, jenjang, pekerjaan, ataupun strata ekonomi tidak membenarkan kita untuk dapat berpacaran, lebih baik dilakukan saat kita telah yakin untuk menjadikan pasangan kita sebagai pasangan resmi. Enggak berpacaran justru lebih banyak hal positifnya seperti kita lebih dapat fokus dengan apa yang kita kerjakan atau mengejar cita-cita, lebih banyak berkumpul dengan teman dan keluarga, mengurangi resiko penulaan penyakit menular seksual, dan tentu saja lebih irit. Demikian dari saya SAY NO TO PACARAN ya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Audit, Sertifikasi, dan Akreditas apa Bedanya?

Mengenal Tentang MUN "Model United Nations"

MENTAL BLOCK